Dalam modul ini akan diuraikan beberapa teori belajar
atau prinsip-prinsip yang memberikan sumbangan terhadap pengembangan model-model pengajaran serta pengembangan strategi-strategi belajar. Beberapa teori belajar atau prinsip-prinsip tersebut, antara lain : teori belajar sosial (belajar sosial), teori kognitif (konstruktivis), pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning),
serta teori pemrosesan informasi. Teori belajar sosial (belajar sosial) melandasi pengembangan model pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan model pengajaran berdasarkan permasalahan (Problem Based Instruction). Adapun teori pemrosesan informasi melandasi pengembangan strategi-strategi belajar (Learning Strategies).
Model-model pengajaran
dan strategi-strategi belajar yang umumnya diterapkan dalam pembelajaran sains,
lebih lanjut akan diuraikan di dalam modul tersendiri, yaitu modul dengan judul
“Model-model Pengajaran.” Dengan demikian, sengaja dalam modul ini tidak
diuraikan semua jenis teori belajar, dan sebaliknya tidak hanya diuraikan satu
jenis teori belajar saj. Namun, teori yang diuraikan di dalam modul ini adalah
yang hanya terkait dan melandasi pengembangan model-model pengajaran serta
strategi-strategi belajar.
Kompetensi
Setelah Anda mempelajari
modul ini diharapkan Anda memiliki kompetensi berikut : Menguasai pengelolaan
pembelajaran sains terutama memahami teori-teori yang menjadi landasan dalam
pengembangan model-model pengajaran sains.
Tujuan
Adapun tujuannya, sesuai
dengan indikator yang menunjukkan bahwa Anda telah mencapai kompetensi tersebut
di atas antara lain :
1. Mengidentifikasi
teori-teori belajar atau prinsip-prinsip yang melandasi pengembangan
model-model pengajaran serta strategi-strategi belajar.
2. Menjelaskan
fase-fase belajar melalui pemodelan menurut Bandura.
3. Mengidentifikasi
model pengajaran yang didukung oleh teori belajar sosial.
4. Menyebutkan
satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan menurut teori konstruktivis.
5. Memberikan
contoh implikasi penting dari teori Piaget dalam pembelajaran sains.
6. Memberikan
contoh implikasi penting dari teori Vygotsky dalam pembelajaran sains.
7. Menjelaskan
kekuatan dan kelemahan Belajar Penemuan oleh Bruner dalam pembelajaran sains.
8. Mengidentifikasi
model pengajaran yang didukung oleh teori konstruktivis.
9. Menjelaskan
pengertian pengajaran dan pembelajaran kontekstual.
10. Menjelaskan
unsur-unsur kunci dalam CTL.
11. Menjelaskan
sistem pemrosesan informasi dengan gambar skematis tentang daya ingat
seseorang, menurut Atkinson dan Shiffrin, dan R. Gagne.
12. Menjelaskan
pentingnya pengetahuan awal dalam pembelajaran sains.
BAB II
TEORI BELAJAR SOSIAL
Pemodelan (Modeling)
merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert
Bandura. Teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura ini merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku tradisional. Bandura memperhatikan bahwa
penganut-penganut Skinner (teori belajar perilaku) hanya memberi penekanan pada
efek-efek konsekuensi pada perilaku, dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan,
yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman vicarious, yaitu belajar
dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar
belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi,
melainkan manusia itu belajar dari suatu model.
Menurut Bandura,
sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat
tingkah laku orang lain. Bandura (Arends, 1997 : 69) menulis :
“Belajar akan sangat menghabiskan
waktu dan tenaga, dan bahkan berbahaya, jika manusia harus menggantungkan diri
sepenuhnya pada hasil-hasil kegiatannya sendiri. Untungnya, sebagian besar
tingkah laku manusia dipelajari secara observasi melalui pemodelan dari
observasi terhadap perilaku orang lain. Seseorang membentuk pengertian
bagaimana melakukan tingkah laku baru, dan pada kesempatan berikutnya informasi
yang telah dikodekan tersebut berfungsi sebagai suatu pemandu untuk tindakan.
Karena manusia dapat belajar dari contoh (model), setidaknya dalam bentuk yang
mendekati, sebelum melakukan kegiatan (tingkah laku) tertentu, mereka terhindar
dari melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu”.
Menurut Bandura, ada
empat (4) fase belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional
phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (production
phase), dan fase motivasi (motivational phase). Pada
pengembangan model pengajaran, teori belajar sosial ini paling banyak
memberikan sumbangan terhadap pengembangan model pengajaran langsung (direct
instruction/DI). Dengan demikian, aplikasi teori ini tercermin pada
aplikasi model pengajaran langsung.
A. Fase
Perhatian (atensi)
Fase pertama dalam
belajar observasional (pemodelan) adalah memberikan perhatian pada suatu
model. Pada umumnya, seseorang biasanya memberikan perhatian pada model-model
yang menarik, populer, atau yang dikagumi. Inilah sebabnya mengapa banyak
individu meniru pakaian, tata rambut, atau sikap dari orang yang dikagumi,
misalnya bintang film.
Dalam pembelajaran
sains, guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin
agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran
sains tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan menyajikan materi pelajaran
secara jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau
dengan mendemostrasikan suatu kegiatan. (Woolfolk, 1993 : 221) Bandura dan
Rosenthal (Gredler, 1994 : 383) menyatakan bahwa model yang berpengaruh atas
pengamat adalah yang memiliki satu atau lebih, ciri-ciri berikut ini. Model
harus kelihatan dapat dipercaya, kelihatan cocok dalam kelompok, memberikan
standar yang dapat dipercaya sebagai pedoman bagi cita-cita si pengamat, atau
memberikan tolok ukur yang realistis sebagai perbandingan bagi si pengamat.
Secara umum, model-model yang martabatnya tinggi, berkewenangan, dan mempunyai
kekuasaan, lebih efektif daripada model yang rendah martabatnya di mata si
pengamat, dalam membangkitkan tingkah laku imitatif (meniru). Di samping itu,
seorang model harus mempunyai daya tarik.
Ciri-ciri tingkah
laku yang mempengaruhi atensi adalah kompleksitas dan relevansinya.
Sebagai contoh, uraian verbal yang panjang terlalu rumit bagi anak kecil untuk
memprosesnya. Sebaliknya, anak-anak itu mampu memproses model yang disajikan
secara visual yang dibarengi dengan pengulangan verbal yang berkali-kali.
Relevansi mengacu pada pentingnya tingkah laku bagi si pengamat. Misalnya,
belajar mengendarai mobil relevan untuk anak remaja, tetapi tidak relevan untuk
anak usia dua tahun. Tingkah laku yang dihasilkan dari model cenderung
diperhatikan dan dikode oleh si pengamat.
Untuk memperoleh
perhatian siswa, guru dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti
menepukkan tangan, atau menggunakan benda aneh yang dapat menarik perhatian
siswa, misalnya membawa kotak ajaib yang berlubang. Mengarahkan perhatian pada
bagian-bagian penting dari pokok pembicaraan, dapat dilakukan dengan mengatakan
“berkumpullah sekarang dan perhatikan baik-baik”.
Untuk memastikan
agar pengamatan tidak terlampau kompleks, supaya dapat diamati dengan
akurat, guru dapat membagi keterampilan kompleks menjadi beberapa komponen dan
kemudian mengajarkan setiap bagian itu. Misalnya, dalam mengajarkan
keterampilan menggunakan Neraca Lengan (Ohauss) untuk mengukur massa benda,
dapat dibagi menjadi beberapa keterampilan, yaitu cara mengenolkan neraca, cara
menggeser anak timbang, cara membaca skala, dan cara menuliskan hasil
pengukuran massa.
B. Fase
Retensi
Fase ini bertanggung
jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di
dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean (encoding) adalah
proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. (Gredler, 1994 :
429) Arti penting dari fase ini adalah bahwa si pengamat tidak akan dapat
memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir,
kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk
digunakan pada waktu kemudian.
Suatu proses retensi
yang paling penting adalah pengulangan. Baik pengulangan secara mental
(pengulangan tertutup), yaitu individu membayangkan dirinya sendiri sedang
melakukan tingkah laku model; maupun pengulangan secara motorik (pengulangan
terbuka), yaitu individu melakukan tindakan yang kasat mata, adalah sangat
berguna sebagai alat bantu memori. Tentu saja proses retensi ini dipengaruhi
oleh perkembangan kognitif si pengamat.
Untuk memastikan
terjadinya retensi jangka panjang, guru dapat menyediakan waktu penelitian,
yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik
secara fisik maupun secara mental. Misalnya, mereka dapat memvisualisasikan
sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan Neraca Lengan
(Ohauss), sebelum benar-benar melakukannya.
C. Fase
Produksi
Dalam fase ini,
bayangan atau kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari
tingkah laku yang baru diamati (diperoleh). Telah ditemukan bahwa derajat
ketelitian yang tertinggi dalam belajar observasional ini terjadi apabila tindakan
terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Seperti halnya pada fase retensi,
fase reproduksi ini juga dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Fase reproduksi
mengijinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan tingkah
laku telah dikuasai oleh si pengamat. Ada kalanya hanya sebagian dari suatu
urutan tingkah laku yang diberi kode yang benar dan dimiliki. Kekurangan
penampilan hanya dapat diketahui apabila si pengamat (yang belajar) diminta
untuk menampilkannya. Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan. Dalam fase
reproduksi ini si model hendaknya memberikan umpan balik pada aspek-aspek yang
sudah benar dari penampilan, namun yang lebih penting lagi adalah ditujukan
pada aspek-aspek yang masih salah dari penampilan. Umpan balik sedini mungkin
dalam fase reproduksi ini merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan
penampilan keterampilan pada yang diajar.
Untuk memastikan
sikap positif terhadap keterampilan baru, guru sebaiknya memberi pujian segera
pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar. Disamping itu,
guru harus mengidentifikasi sub keterampilan yang masih sulit dilakukan siswa.
Misalnya, jika seorang siswa mengenolkan Neraca Lengan (Ohauss) dengan benar,
namun membaca skalanya belum dapat, guru harus dengan segera menunjukkan
tingkah laku siswa yang telah dilakukan dengan benar dan kemudian menunjukkan
masalah yang ada.
Untuk memperbaiki sub
keterampilan yang salah, pertama kali guru perlu memodelkan kinerja yang benar,
kemudian siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya.
D. Fase
Motivasi
Fase terakhir dari
proses belajar observasional ini adalah fase motivasi. Si pengamat akan meniru
suatu model apabila mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka
akan memperoleh penguatan. Antisipasi akan terjadinya penguatan untuk
suatu tingkah laku tertentu, memotivasi pengamat untuk berunjuk perbuatan.
Dalam kelas, fase
motivasi (penguatan) dari belajar observasional sering kali berupa pujian atau
angka untuk penyesuaian dengan model (guru). Para siswa memperhatikan model itu
(atensi), melakukan latihan (retensi), dan menampilkannya (reproduksi), sebab
mereka mengetahui bahwa inilah yang disukai guru, dan menyenangkan guru
(motivasi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar