1. Kelahiran
Alam Semesta
Hingga saat ini manusia belum mampu
menunjukkan bukti dari proses terbentuknya alam semesta, tetapi hanya sebatas
teori saja. Teori
yang paling terkenal berkenaan dengan kelahiran alam semesta
adalah teori ledakan atau dentuman besar dan teori
keadaan tetap. Kedua teori didasarkan atas hukum fisika dan teori permuaian
alam semesta yang dikemukakan Edwin
Hubble. Menurut Hubble alam semesta memuai (menggembung) seperti gelembung
gas panas yang secara tiba-tiba terlepas dalam ruang hampa.
a. Teori ledakan atau
Dentuman Besar (Big Bang Theory)
Teori ini dikemukakan oleh George Gamov, seorang ahli fisika yang
lahir di Rusia. Menurut Gamov alam semesta lahir setelah adanya ledakan besar
yang sangat dahsyat. Gamov mengemukakan teorinya bahwa seluruh bahan (materi)
dan tenaga yang terdapat di alam semesta ini pernah menyatu. Materi tersebut
saling berdesakan dalam temperatur dan mempunyai massa jenis yang sangat tinggi
hingga terpadatkan. Alam semesta berasal dari hasil ledakan dahsyat. Teori ini
didukung oleh Stephen Hawking.
Seorang ahli fisika teoritis.
b.
Teori
Keadaan Tetap (Stady State Theory)
Beberapa ahli yang mengemukakan teori
ini antara lain Fred Hoyle, Herman
Bondi, dan Thomas Gold. Para ahli ini menyatakan bahwa alam semesta tidak
berawal dan tidak berakhir, tetapi dalam keadaan tetap. Mereka beranggapan
bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta ini tampaknya tetap. Mereka
berpendapat bahwa alam semesta selalu memuai dengan laju yang tetap dan materi
baru secara terus-menerus tercipta sehingga dalam ruang tertentu selalu ditemui
jumlah materi yang sama.
Alam semesta selalu dalam keadaan yang
tetap karena secara terus-menerus diimbangi dengan terciptanya materi baru.
Materi baru tersebut kemudian memadat menjadi galaksi, selanjutnya mengisi
ruang-ruang yang kosong untuk mengganti materi yang berpindah akibat adanya
pemuaian.
2. Isi
Alam Semesta
Bumi
tempat tinggal kita hanyalah sebuah benda kecil di alam semesta yang disebut planet
yang bergerak mengelilingi matahari, sedangkan matahari hanyalah sebuah bintang
dalam gugusan berjuta-juta bintang yang disebut galaksi, yaitu Galaksi
Bimasakti (Milky way).
Sementara
itu Galaksi Bimasakti pun ternyata hanya sebuah galaksi dari jutaan galaksi
yang ada di alam semesta.
a.
Bintang
Bintang
merupakan benda langit yang terdiri atas gas pijar dan dapat memancarkan cahaya
sendiri. Bintang terbentuk dari gas hidrogen dan debu angkasa yang membentuk
kabut. Saat gas dan debu menyatu, gaya gravitasinya meningkat sehingga menarik
gas dan debu lebih banyak lagi dari kabut. Gas dan debu tersebut makin padat
dan membentuk bola gas. Saat gravitasi bola meningkat, tekanannya pun meningkat
sehingga menghasilkan suhu yang tinggi serta memancarkan panas dan cahaya.
Bintang
yang jaraknya paling dekat dengan bumi adalah matahari, yaitu sekitar 150 juta
km. Oleh karena itu, kita dapat melihat dengan jelas bentuk matahari tanpa
menggunakan bantuan alat apapun. Selain itu pancaran cahaya yang dikeluarkan matahari
ternyata bermanfaat bagi kehidupan di bumi.
Matahari
memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup di bumi. Energi
yang dipancarkan matahari antara lain dapat membuat bumi tetap hangat, membuat
air dan udara di bumi bersikulasi serta tumbuhan dapat berfotosintesis.
b.
Galaksi
Galaksi
adalah kumpulan benda-benda angkasa yang terdiri dari bintang, gas, debu, dan
material antarplanet lainnya yang jumlahnya banyak dan berada pada ruang yang
luas. Matahari bersama dengan planet-planet yang mengitarinya merupakan bagian
dari galaksi Bimasakti.
Galaksi
memiliki bentuk tertentu, tetapi secara garis besar bentuk galaksi dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu bentuk spiral, elips, dan tak beraturan.
1. Galaksi
Spiral
Bagian
tengah dari galaksi ini memiliki lengan spiral dan cakram. Jika dilihat dari
samping, bentuk galaksi tampak seperti elips yang memiliki lengan dan
dikelilingi atmosfer yang memancarkan cahaya. Galaksi Bimasakti termasuk ke
dalam galaksi berbentuk spiral.
2. Galaksi
Elips.
Galaksi
ini mempunyai bentuk hampir menyerupai bola kaki sampai pada bentuk yang sangat
lonjong seperti bola rugby. Galaksi ini sedikit mengandung materi antarbintang
dan anggotanya adalah bintang-bintang yang sudah tua. Contoh galaksi elips
adalah Galaksi M87, yaitu sebuah galaksi besar yang di dalamnya terdapat rasi
bintang Virgo.
3. Galaksi
Tak Beraturan
Galaksi
ini terdiri dari bermiliar-miliar bintang berwarna putih kebiruan. Galaksi tak
beraturan ini mengandung materi antarbintang berupa gas dan debu. Contoh
galaksi tak beraturan adalah Awan Magellan, yang jaraknya 180.000 tahun cahaya
dari Galaksi Bimasakti.
A. Tata
surya
Jika
kita perhatikan benda-benda langit di sekitar kita seperti matahari, bintang,
dan bulan, kita melihat bahwa benda-benda langit tersebut tampak bergerak
mengelilingi bumi. Oleh karena itu, kita beranggapan bahwa bumi menjadi pusat
dari pergerakan benda-benda langit tersebut.
Seorang
ahli dari Yunani bernama Claudius Ptolomeus (100-178M) bahkan pernah
mengemukakan teorinya bahwa bumi merupakan pusat dari alam semesta. Teori
tersebut dikenal dengan nama teori geosentris (geo=bumi, centrum=pusat).
Pendukung teori geosentris lainnya adalah Socrates,
Plato, Aristoteles, Tales, Anaximander, dan Phytagoras. Teori geosentris ini sempat dipercaya hingga dikemukakannya
teori baru oleh Nicolaus Copernicus
(1473-1543). Copernicus berpendapat bahwa semua benda langit, termasuk bumi,
bergerak mengelilingi matahari. Teori tersebut dikenal dengan nama teori
heliosentris (helio= matahari, centrum= pusat) karena menganggap matahari
sebagai pusat peredaran benda-benda langit. Pendukung teori heliosentris ini
adalah Bruno, Johanes Keppler, Galileo,
dan Issac Newton.
Kenyataan bahwa
matahari menjadi pusat peredaran benda-benda angkasa adalah karena matahari
memiliki gaya gravitasi paling besar di antara semua benda-benda angkasa.
Matahari bersama benda-benda angkasa tersebut selanjutnya membentuk sebuah
sistem yang kemudian dikenal sebagai tata
surya.
1.
Terbentuknya
Tata Surya
Secara
umum terdapat dua golongan teori yang mengemukakan pendapatnya tentang
terbentuknya tata surya. Golongan pertama berpendapat bahwa tata surya berasal
dari kabut asap (nebula). Teori yang mendukung golongan ini adalah teori kabut
oleh Immanuel Kant dan Piere Simon de
Laplace serta teori planestisimal oleh Chamberlin
dan Moulton. Golongan ke dua
bependapat bahwa tata surya berasal dari materi matahari. Teori yang mendukung
golongan ini adalah teori pasang surut oleh Buffon dan teori awan debu oleh
Carl von Weizsaecker.
a. Teori
Nebula
Teori
kabut (nebula) pada dasarnya mengungkapkan terbentuknya tata surya melalui tiga
tahap.
1).
Pada mulanya matahari dan planet masih berbentuk kabut yang sangat pekat dan
besar.
2).
Kabut tersebut berputar dan berpilin dengan kuat sehingga terjadi pemadatan di
pusat lingkaran yang selanjutnya membentuk matahari. Pada saat yang bersamaan
terbentuk juga materi lain dengan massa yang lebih kecil dari matahari. Materi
tersebut dinamakan planet dan bergerak mengelilingi matahari.
3).
Materi-materi yang terbentuk tersebut tumbuh makin besar dan terus melakukan
gerakan secara teratur mengelilingi matahari. Gerakan materi-materi tersebut
berada dalam satu orbit yang tetap dan membentuk susunan yang disebut tata
surya (keluarga matahari).
1).
Teori Nebula: Immanuel Kant (1724-1804)
Immanuel
Kant adalah seorang filsuf dan ilmuwan jerman. Ia merupakan orang yang pertama
kali mengemukakan teori nebula. Menurut Kant, tata surya terbentuk oleh
gumpalan kabut (nebula) yang terdiri atas bermacam-macam gas. Awalnya gas-gas
di angkasa yang massanya besar menarik gas-gas yang massanya kecil yang berada
di sekelilingnya hingga membentuk gumpalan gas yang menyerupai cakram.
Gumpalan
gas tersebut mengalami pemampatan dan penyusutan sehingga menyebabkan perputaran
kabut menjadi makin cepat. Gumpalan kabut bermassa besar yang berada di pusat
cakram menjadi Matahari, sedangkan gas-gas di sekitarnya mengalami penurunan
suhu dan menyusut membentuk planet-planet yang mengelilingi Matahari.
2).
Teori Nebula: Piere Simon de Laplace (1749-1827)
Piere
Simon de Laplace adalah seorang ahli fisika Prancis. Laplace berpendapat bahwa
tata surya berasal dari kabut gas raksasa yang sejak awal telah berputar (berpilin)
dalam keadaan panas. Kabut gas tersebut selalu memancarkan panas ke alam
semesta yang dingin sehingga kabut tersebut menjadi dingin dan mengalami
penyusutan. Keadaan tersebut menyebabkan perputarannya makin cepat sehingga
terjadi pemampatan di kedua kutubnya dan melebar di bagian ekuator.
Perputaran
yang makin cepat menyebabkan sebagian gas-gas di ekuator terlepas dari bola gas
awal. Gas-gas yang terlepas tersebut selanjutnya membentuk bola-bola gas yang
lebih kecil dan mendingin menjadi planet-planet yang mengelilingi bola gas
awal, yaitu matahari.
Meskipun
dasar teori yang dikemukakan oleh Kant dan Laplace di atas berbeda, tetapi inti
teori keduanya mengandung persamaan bahwa tata surya berasal dari kabut. Oleh
karena itu teori itu lebih dikenal dengan sebutan Teori Kant Laplace. Teori
Kant Laplace ini selanjutnya menjadi dasar bagi para ahli astronomi dalam
melakukan penelitian tentang tata surya.
b. Teori
Planetesimal
Teori
Planetesimal dikemukakan oleh dua orang sarjana Amerika, yaitu Chamberlin dan
Moulton pada tahun 1905. Seperti halnya teori Kant Laplace, Chamberlin dan
Moulton juga beranggapan bahwa tata surya berasal dari kabut. Namun, berbeda
dengan teori Kant Laplace yang mengatakan gumpalan kabut berbentuk bola,
Chamberlin dan Moulton menyatakan bahwa gumpalan kabut yang akan membentuk tata
surya berbentuk spiral atau pilin sehingga disebut kabut pilin.
Kabut
pilin tersebut terdiri atas butir-butir material padat yang disebut
Planetesimal. Tiap-tiap planetesimal mempunyai lintasan orbit yang bebas
sehingga terjadi tubrukan antarplanetesimal. Akibat tubrukan yang berulang dan
adanya gaya gravitasi, terjadilah penumpukan planetesimal sehingga menjadi
gumpalan yang lebih besar dan lebih mampat. Gumpalan terbesar berada di pusat
kabut pilin dan menjadi Matahari, sedangkan gumpalan-gumpalan yang secara
bersama-sama berrevolusi terhadap matahari.
c. Teori
Pasang Surut
Teori
pasang surut pertama kali dikemukakan oleh Buffon
(1707-1788). Menurut Buffon tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar
setelah bertabrakan dengan sebuah komet. Teori ini kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys (1919).
Jeans
dan Jeffreys mengemukakan bahwa ada sebuah bintang besar yang mendekati
Matahari sehingga menyebabkan adanya efek pasang pada kabut Matahari. Bintang
besar tersebut juga menimbulkan kekuatan yang dapat menarik dan melepaskan
sebagian massa Matahari. Massa yang terlepas dari matahari itu pecah, dan
berputar selanjutnya secara perlahan mendingin menjadi planet-planet dan
satelit-satelit seperti yang sekarang. Teori ini lebih dikenal dengan sebutan Hipotesis Tidal James-Jeffreys.
d. Teori
Awan Debu (Proto Planet)
Seorang
ahli astronomi Jerman, Carl von
Weizsaecker pada tahun 1940-an mengemukakan pendapatnya tentang
terbentuknya tata surya melalui teorinya yang disebut teori proto planet. Teori
proto planet itu kemudian disempurnakan oleh Gerard P. Kuiper pada tahun 1950-an dengan melakukan
perbaikan-perbaikan teori-teori sebelumnya. Teori ini paling banyak diterima
orang karena dianggap paling memenuhi syarat untuk keadaan yang ditemukan, baik
di dalam maupun di luar tata surya.
Dasar
teori proto planet adalah bahwa matahari beserta planetnya (tata surya) berasal
dari kabut gas. Kabut gas tersebut tersebar tipis-tipis di angkasa dalam jumlah
yang sangat banyak. Karena adanya pengaruh gaya tarik antarmolekul dalam kabut gas tersebut, perlahan-lahan
kabut gas menjadi gumpalan-gumpalan yang makin padat. Keadaan tersebut
disebabkan oleh gerak gas yang berputar tidak beraturan di dalam kumpulan
kabut. Namun, secara perlahan gerak tersebut menjadi gerak berputar yang
memipihkan dan memadatkan kabut. Salah satu gumpalan mengalami pemampatan di
tengah, sedangkan gumpalan-gumpalan yang kecil hanyut di lingkungan sekitarnya.
Gumpalan yang berada di tengah itulah yang dikenal sebagai Matahari.
e. Teori
Bintang Kembar
Teori
bintang kembar dikemukakan oleh seorang ahli astronomi Inggris R.A Lyttleton sekitar tahun 1930-an.
Dahulu diduga memiliki sebuah bintang sebagai kembarannya. Bintang yang menjadi
kembaran matahari itu kemudian meledak yang mengakibatkan terlemparnya sejumlah
partikel. Partikel yang terlempar tersebut kemudian mendingin membentuk
planet-planet dan satelit-satelit yang mengelilingi Matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar