TUNTUTAN
PROFESIONALISME TENAGA KEPENDIDIKAN
DALAM MENGHADAPI
TANTANGAN MASA DEPAN
Pengantar
Profesionalisme
tenaga kependidikan senantiasa relevan dan menarik untuk dikaji. Bukan saja
karena masalah profesionalisme tenaga kependidikan merupakan karakteristik
utama pada era modernisasi pendidikan, tetapi juga berkenaan dengan tanggung
jawab bagi setiap pemegang jabatan profesi. Oleh sebab
itu, ada kewajiban bagi
setiap pemegang jabatan profesi, khususnya tenaga kependidikan untuk senantiasa
meningkatkan kualifikasi profesinya sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Makalah
ini akan mengkaji berbagai permasalahan dan tantangan pendidikan masa depan,
perspektif nasional dan perspektif pendidikan nasional tentang kualitas manusia
Indonesia masa depan, dan dimensi-dimensi profesionalisme tenaga kependidikan,
serta kontribusi Universitas Terbuka dalam pengembangan profesionalisme tenaga
kepnedidikan.
A. Permasalahan dan Tantangan Pendidikan Masa Depan
Tak
dapat disangkal, dunia pendidikan telah mengalami berbagai perubahan dan
peningkatan. Baik dalam aspek kuantitas maupun kualitasnya. Namun, tak dapat
disangkal pula, masih banyak permasalahan dan tantangan yang masih belum dan
perlu diselesaikan dan diantisipasi.
Dewasa
ini, permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan nasional
kita berkenaan dengan persoalan pemerataan, peningkatan mutu, relevansi,
efisiensi dan efektivitas pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan.
Bila
diasumsikan bahwa sentralitas proses pendidikan adalah “pembelajaran”,
sementara sentralitas pembelajaran adalah “tenaga kependidikan”, maka
permasalahan dan tantangan utama yang dihadapi dunia pendidikan nasional di
masa depan adalah:
Pertama,
masalah pemerataan, peningkatan mutu, relevansi, efisiensi dan efektivitas
kerja tenaga kependidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan. Masalah pemerataan menyangkut dimensi proporsionalitas tenaga
kependidikan di setiap daerah. Masalah mutu menyangkut dimensi kualifikasi
pendidikan tenaga kependidikan. Sedangkan masalah kemangkusan dan kesangkilan
kerja menyangkut dimensi kinerja dan etos kerja pendidikan tenaga kependidikan.
Kelima
permasalahan dan tantangan dunia pendidikan nasional ini pada dasarnya bersifat
integratif dan simultan. Namun, dalam kesempatan ini kita akan batasi pada
persoalan yang berkenaan dengan masalah mutu, yaitu menyangkut dimensi
kualifikasi pendidikan tenaga kependidikan.
B. Perspektif Nasional dan
Pendidikan Nasional tentang Kualitas Manusia Indonesia Masa Depan.
Untuk
menentukan kualifikasi profesionalisme tenaga kependidikan yang dapat memenuhi
tantangan masa depan, yang harus dijadikan referensi utama adalah manusia dan
masyarakat Indonesia yang dicita-citakan, manusia dan masyarakat Indonesia masa
depan. Dengan perkataan lain, tuntutan utama dari profesionalisme tenaga
kependidikan adalah bagaimana dia mampu mendidik dan menciptakan manusia dan
masyarakat Indonesia masa depan.
Dalam
paradigma GBHN 1993, manusia dan masyarakat Indonesia masa depan dicirikan oleh
terciptanya manusia dan masyarakat Indonesia yang berbudaya, beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, maju,
mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif, serta sehat jasmani dan rokhani.
Atau dalam perspektif normatif pendidikan nasional adalah manusia dan
masyarakat Indonesia yang berkepribadian utuh. Yaitu cerdas, beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, sehat jasmani dan rokhani, berkepribadian mantap, mandiri, serta
memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU no.2/1989, pasal 4).
Bila
pendidikan dipilih sebagai prioritas nasional bagi pembangunan manusia dan
masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju dan mandiri, tentu bukan tanpa
alasan, atau karena sikap keberpihakan semata.
Pertama,
pemikiran pendidikan nasional telah memposisikan pendidikan sebagai suatu
“proses budaya” untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebagai proses
budaya, sasaran akhir dari seluruh aktivitas pendidikan adalah manusia
berbudaya, yang dapat menjungjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai
manusia.
Kedua,
dalam sejarah peradaban manusia dan bangsa, pendidikan senantiasa dijadikan
referensi utama bagi upaya meningkatkan kemajuan manusia dan bangsa. Kemajuan
pesat yang dialami jepang, Korea, negara-negara Eropa dan Amerika menjadi bukti
bagaimana pendidikan telah menjadi pioner dan penggerak kemajuan dan modernisasi
suatu bangsa.
Ketiga,
dintara berbagai aktivitas pemajuan peradaban manusia dan bangsa, pendidikan
memiliki resiko yang paling kecil, dengan dampak yang besar. Berbagai bentuk
rekayasa sosial seperti industrialisasi, pabrikisasi, dan semacamnya,
sungguhpun mampu mengangkat harkat kemanusiaan, tetapi resiko yang
ditanggungnya sebanding dengannya.
C. Dimensi-dimensi Profesionalisme Tenaga Kependidikan
Berpijak
dari permasalahan dan tantangan pendidikan, serta paradigma manusia dan
masyarakat Indonesia masa depan, maka beberapa tuntutan terhadap pengembangan
dimensi profesionalisme tenaga kependidikan menyangkut:
1. Kualitas kemampuan akademik. Hal ini meliputi dua aspek. Pertama,
kualitas kepemilikan sekontribusigkat ilmu pengetahuan yang menjadi landasan
dari teknik dan prosedur yang unik dalam profesi ini, yang terejawantahkan dan
terintegrasikan di dalam kemampuan mengajar (Engkoswara, 1986:12). Kedua,
kepemilikan kemampuan akademik dan profesional sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (UU no.2/1989)
2. Kualifikasi kependidikan. Berkenaan dengan dimensi kelayakan
pendidikan yang dituntut oleh normatif jabatan profesi tenaga kependidikan.
Dalam pengertian ini, maka bagi seorang tenaga kependidikan di Sekolah Dasar
harus berijasah minimal D.II atau setara dengannya, berijasah Diploma III untuk
SMP, S1 untuk jenjang SMA, dan S2/S3 untuk jenjang Perguruan Tinggi.
3. Kualifikasi normatif. Dalam hal ini setiap tenaga kependidikan
harus beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME, memiliki loyalitas pribadi
terhadap ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi kebudayaan
bangsa, melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab, serta
menjaga nama baik pribadi dan lembaga atau korps sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan masyarakat, bangsa dan negara (UU no.2/1989).
4. Kualifikasi etika profesional. Dalam hal ini menyangkut keharusan
setiap tenaga kependidikan melindungi dan memelihara harga diri, kepercayaan
diri peserta didik, mengembangkan sikap kemandirian dan kepercayaan diri pada
peserta didik, serta secara bertahan dan berkelanjutan, peserta didik
disadarkan bahwa menghadapi suatu soal selalu tersedia sejumlah alternatif,
dengan memperhitungkan aspek pro dan kontranya. mampu membelajarkan peserta didik
menjadi manusia kreatif dan terbuka, dan senantiasa tetap belajar sambil
berkomunikasi.
D. Kontribusi Universitas
Terbuka dalam Mengantisipasi Tuntutan Profesionalisme Tenaga Kependidikan Masa
Depan
Sesuai
dengan statuta pendirian, dan penerapan sistem belajar jarak jauh (SBJJ),
kontribusi Universitas Terbuka sangat besar dan terbuka luas dalam
mengantisipasi tuntutan profesionalisme tenaga kependidikan yang diharapkan di
masa depan.
Pertama,
Universitas terbuka merupakan alternatif terbaik bagi mereka yang tidak
mendapatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi negeri, dan tidak
berkehendak untuk studi di perguruan tinggi swasta.
Kedua,
Universitas Terbuka sangat tepat bagi mereka yang berkehendak melanjutkan ke
jenjang pendidikan tinggi, sementara secara geografis jauh dari jangkauan
perguruan tinggi yang ada (misalnya daerah terpencil dan atau kepulauan).
Ketiga,
dengan penerapan sistem belajar jarak jauh (SBJJ) Universitas Terbuka dapat
menjadi alternatif tepat bagi mereka yang hendak melanjutkan studinya ke
perguruan tinggi, yang secara bersamaan harus menyelesaikan tugas-tugas
kedinasannya (mereka yang sudah bekerja).
Sungguhpun
demikian, guna lebih meningkatkan kontribusi yang sudah ada ini, maka
Universitas Terbuka diharapkan dapat:
1) Meningkatkan relevansi program-program studinya. Khususnya dalam
program studi kependidikan, sehingga lebih menjangkau kebutuhan masa depan. Hal
ini dapat dilakukan dengan perluasan cakupan program studi yang ada, termasuk
jenjang kependidikannya. Perlu dipikirkan dalam hal ini adalah program studi
lanjutan bagi mereka yang berijasah kependidikan Diploma II spesialisasi guru
kelas dan guru penjaskes (prajabatan atau dalam jabatan) yang selama ini masih
terkatung-katung.
2) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja yang dilandasi oleh
“sikap kemandirian” dan “prinsip
akselerasi kerja” yang menjadi ciri khas dan komitmen kelembagaan Universitas
Terbuka. Persoalan-persoalan yang berkenaan dengan keterlambatan dan kemacetan-kemacetan,
baik dalam proses registrasi (kasus P2MGSD Setara D.II), kasus-kasus berkenaan
dengan nilai (DNU), bahkan dalam proses
rekruitmen mahasiswa baru perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Bila
persoalan ini dibiarkan terus berlarut, maka kredibilitas Universitas Terbuka
bisa jadi taruhan. Komputerisasi memang salah satu jawaban, tetapi bukan
satu-satunya. Bagaimanapun unsur manusialah yang paling menentukan (the man behind the gun). Dalam hal
akselerasi proses penyelesaian nilai (DNU) perubahan dari pola PAP (Penilaian
Acuan Patokan) menjadi PAN (Penilaian Acuan Norma) perlu dipikirkan lebih
lanjut kemungkinannya.
3) Sesuai pula dengan “prinsip kemandirian” Universitas Terbuka. Sudah
pada saatnya Universitas Terbuka memberi kesempatan yang lebih luas dan terbuka
kepada setiap jajaran, khususnya tenaga kependidikan dalam mengadakan dan
mengembangkan kebutuhan intern Universitas. Seperti pengadaan dan pengembangan
Buku Materi Pokok (BMP/Modul), naskah ujian, dan kontribusigkat pembelajaran
lainnya. Persepsi bahwa Universitas Terbuka miskin tenaga potensial dan efektif
di bidang ini perlu diubah. Dengan tetap mempertahankan jalinan kerja sama baik
dengan perguruan tinggi pembina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar