A. Latar Belakang Masalah
Dalam menyongsong milenium III pendidikan di Indonesia menghadapi
perubahan yang sangat kompleks dan mempengaruhi kehidupannya sebagai bangsa.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya pergeseran nilia – nilai sehingga berakibat
robohnya kemampuan struktural. Salah satu syarat untuk menghadapi pergeseran
tersebut ialah adanya
keterbukaan, karena keterbukaan ini sangat diperlukan
untuk merespon permasalahan baru sebagai akibat dari perubahan, serta untuk
memodifikasi dari reditaksasi nilai – nilai lama yang masih relevan dengan
kebutuhan dan tantangan. Keterbukaan harus dilandasi oleh rasionalitas dan
obyektifitas. Dalam mewujudkan hal tersebut dituntut adanya disiplin terutama
kemampuan untuk mengendalikan diri. Keterbukaan yang dilakukan secara selektif
dalam bidang pendidikan sangat berperan karena berfungsi untuk meningkatkan
daya pikir dan daya nalar siswa. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan pemimpinan atau kepemimpinan yang solid.
Kepemimpinan adalah suatu hal yang sangat penting
dalam kehidupan dunia pendidikan. Sehingga hal ini menarik perhatian para ahli
untuk menyelidiki macam – macam tipe kepemimpinan yang ada. Penyelidikan itu
dilakukan pada pola tingkah laku pemimpin, kelompok dan nilai – nilai serta
norma – norma yang berlaku. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa :
“ Titik berat beralih dari pemimpin sebagai orang yang
membuat rencana, berfikir dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada orang
lain, ada anggapan bahwa pemimpin itu pada tingkat pertama ialah pelatih dan
koordinator bagi kelompok “ (1 : 3).
Perubahan konsep tentang kepemimpinan akan melahirkan
peranan baru yang harus dimainkan oleh pemimpin. Tidak beranjak dari membuat
rencana dan berfikir serta mengambil tanggung jawab dari pemimpin sebagai
pelatih dan koordinator bagi kelompok yang dipimpin.
Demikian pula dalam peranannya sebagai pelatih dan
koordinator, Pemimpin dapat memberikan bantuan kepada kelompoknya berupa
penciptaan iklim sosial, pengorganisasian diri, penetapan prosedur kerja,
pengambilan keputusan bersama dengan kelompok belajar dan pengalamannya
sendiri.
Kemudian kaitannya dengan pola kepemimpinan, Ki Hajar
Dewantara telah memberikan contoh dalam membina Perguruan Taman Siswa dengan
menggunakan Panca Darma Siswa yang berisi lima syarat yaitu :
1.
Asas Kemerdekaan
2.
Asas Kodrat Alam
3.
Asas Kebudayaan
4.
Asas Kebangsaan
5.
Asas
Kemanusiaan ( 2 : 175 )
Selanjutnya
dalam pelaksanaan beliau mengambil semboyan sebagai pola kepemimpinan sampai
pada aplikasinya yang terdiri dari :
1.
Lawan Sastra
Ngesti Mulya, maksudnya dengan kecerdasan jiwa menuju
2.
Suci Tata Ngesti
Tunggal, maksudnya kesucian dan ketertiban menuju kesatuan
3.
Tut Wuri
Handayani, yang berarti mengikuti di belakangnya sambil memberi pengarahan
4.
Kita Berhamba
pada Sang Anak, yang berarti pendidikan dengan ikhlas dan tidak terikat oleh
apapun juga, mendekati si terdidik untuk mengorbankan diri kepadanya.
5.
Rawe – rawe
Rantas Malang – malang Putung, maksudnya segala yang menghalangi akan
hancur ( 2 : 182 )
Dengan Panca Dharma dan semboyan tersebut di atas, Ki
Hajar Dewantara dalam mencapai tujuan pendidikan menggunakan pola kepemimpinan
yang demoktratis, seperti yang tertera dalam adat ketamansiswaan. Yang dimaksud
dengan demokrasi barat diadopsi mentah – mentah, tetapi ditempatkan dibawah
pimpinan kebijaksanan ( 2 : 177 ).
Sebagai lanjutan pembangunan pendidikan yang kaitannya
dengan kepemimpinan pendidikan Dr. Oteng Sutrisno berpendapat bahwa :
“ Persoalan kepemimpinan pendidikan bukan semata – mata
persoalan politik dan pemerintah. Ia meliputi seluruh kehidupan sosial kita.
Bagaimanakah perusahaan dan industri – industri akan dibangun dan dikembangkn,
bagaimanakah lembaga – lembaga sosial dan kultural serta organisasi –
organisasi buruh dan profesional akan dipengaruhi dn diawasi ( 3 : 140 )
Dari uraian di atas jelas bahwa persoalan kepemimpinan
sangat penting dalam mengelola satu lembaga perusahaan dan industri termasuk
lembaga pendidikan. Dari sini dapat diambil suatu makna betapa pentingnya kepemimpinan
dalam peranannya terhadap pendidikan khususnya pendidikan ( Agama ) Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat yang diarahkan
dan dikembangkan serta dilaksanakan oleh ketiga komponen tersebut. Pernyataan
ini sesuai dengan TAP MPR RI No. II/MPR/1993 tentang GBHN yang berbunyi :
“……. pendidikan merupakan proses budaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup
dan dilaksanakan dilingkungan keluarga sekolah dan masyarakat. Karena itu
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah “ ( 4 : 67 )
Ketiga komponen tersebut merupakan tiga pusat
kepemimpinan yang dalam interaksinya sangat menentukan berhasil atau tidaknya
peranan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Kepemimpinan dalam bahasan ini
akan dibatasi hanya pada kepemimpinan dalam pendidikan formal di sekolah dan
bagaimana peranannya dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam.
Pendidikan di sekolah sesuai dengan kedudukannya
sebagai kelanjutan dari pendidikan di lingkungan keluarga dituntut untuk mampu
mengembangkan apa yang diperoleh anak di lingkungan keluarganya. Dengan
demikian sekolah tidak hanya mencukupkan diri pada pemberian ilmu pengetahuan
dan ketrampilan saja, melainkan harus dapat menanamkan nilai – nilai dan norma
– norma sosial serta agama pada diri anak didik, sehingga anak tumbuh dan
berkembang memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama yang kelak
dikemudian hari akan berguna bagi masyarakat, negara dan agamanya.
Dari pokok – pokok uraian di atas, dalam pembahasan
ini lebih ditekankan pada langkah – langkah dan kebijaksanaan yang diambil oleh
pemimpin pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan agama
disuatu sekolah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dapatlah penulis kemukakan rumusan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana tipe
kepemimpinan pendidikan yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam
di sekolah ?
2.
Bagaimana peranan
pimpinan pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas proses
pendidikan Agama Islam di sekolah ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukan di atas,
maka dapatlah penulis sampaikan tujuan dari penulisan makalah sebagai berikut :
a.
Ingin mengetahui
tipe – tipe kepemimpinan yang relevan yang dipakai dalam hubungan dengan
pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah.
b.
Untuk mengetahui
peranan pemimpinan pendidikan atau kepala sekolah dalam kaitannya dengan
peningkatan kualitas proses pendidikan Agama Islam di sekolah.
D. Manfaat Penulisan
Dari pembahasan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
:
1.
Bahan informasi
tentang usaha – usaha yang dilaksanakan pimpinan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah.
2.
Bahan
pertimbangan paraa pemimpin sekolah untuk memilih dan menentukan langkah –
langkh serta kebijaksanaan dalam meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan Agama
Islam.
E. Metode Penulisan
Dalam pembahasan masalah ini penulis menggunakan
metode kepustakaan atau buku literatur. Mengutip pendapat – pendapat para ahli
yang dapat dipertanggungjawabkan dan terdapat dalam berbagai buku literatur
yang ada kaitannya dengan judul yaitu “ Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Peranannya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam “.
Agar mendapatkan data yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka dalam pengumpulan dari buku – buku bacaan, penulis
menggunakan metode mengutip :
“ Yang dimaksud dengan metode mengutip adalah suatu
metode pengumpulan yang di dapat dengan memasukkan atau mengutip sesuatu
sebagai anggota dalam suatu keseluruhan “
( 5 : 13 )
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dapat
penulis kemukakan bahwa metode mengutip adalah metode memindahkan atau mencatat
segala pendapat secara benar sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga data
yang diperoleh dari metode ini adalah data yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Jadi untuk ini penulis dalam penulisan makalah secara
langsung berdasarkan literatur, dengan cara mengumpulkan beberapa buku kemudian
dibaca, dimengerti, dianalisa dan sekiranya cocok baru dipindahkan atau
dikutip. Kemudian untuk menganalisa data penulis menggunakan teknik analisa “ Reflektif
Thinking “ yaitu cara menganalisa data melalui berfikir induktif dan
deduktif.
1.
Metode Induktif
“ Metode
induktif berangkat dari fakta–fakta atau dari peristiwa–peristiwa yang khusus
ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum “ ( 6 : 42 )
Metode ini penulis pergunakan untuk menganalisa secara
kuantitatif tentang kepala sekoah dalam mengelola bawahannya baik yang bersifat
administratif maupun superfisi, sehingga dari data – data ini penulis dapat
simpulkan secara umum, apakah pola yang digunakan itu secara otoriter atau yang
lainnya.
2.
Metode Deduktif
“ Metode
Deduktif berangkat dari yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan
umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus “ ( 5 : 42 )
Adapun yang penulis maksud dengan metode deduktif
adalah mengambil kesimpulan dengan berpijak dari fakta – fakta yang bersifat
umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Contoh kepala sekolah akan
mengambil pola kepemimpinan yang tepat, bila ia mau mempelajari dasar – dasar
kepemimpinan yang pelaksanaannya sesuai dengan situasi yang ada.
F. Kerangka Berfikir
Kepemimpinan atau Leadership adalah setiap
sumbangan terhadap terwujudnya dan tercapainya tujuan – tujuan kelompok atau
golongan. Dalam hal ini masih dalam proses di mana seseorang mengarahkan,
membimbing, mempengaruhi atau menguasai pikiran – pikiran, perasaan – perasaan
atau tingkah laku orang lain. Pengaruh – pengaruh ini dilakukan melalui sikap,
perbuatan dan perkataan secara langsung terhadap anak buah atau bawahannya.
Tindakan kepemimpinan dapat berlaku sebentar atau pun lama. Demikian pula tanggung jawab seorang pendidikan / guru dalam fungsi
kependidikannya tidak dapat dikatakan kecil. Sesungguhnya semua guru mempunyai
daya kesanggupan yang lebih besar dari pada yang mereka pergunakan, jika benar
– benar mereka diberi kesempatan, bimbingan dan diberi jalan untuk
mengembangkan kesanggupannya, untuk membuat murid – muridnya belajar secara
objektif. Dengan demikian tampaklah dengan jelas peranan pimpinan dalam
mempengaruhi atau membantu para guru dalam mengembangkan
kesanggupan–kesanggupan mereka secara maksimal dan menciptakan sekolah yang
sehat, dan mendorong guru–guru, pegawai–pegawai, tata usaha, murid – murid
serta orang tua murid untuk
mempersatukan kehendak, pikiran dan tindakan dalam kegiatan – kegiatan
kerjasama yang efektif bagi tercapainya tujuan – tujuan sekolah, khususnya
pendidikan Agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar