Sabtu, 24 Januari 2015

Teori dan Pengajaran-ADISA SMAN 6 Madiun


Dalam modul ini akan diuraikan beberapa teori belajar
atau prinsip-prinsip yang memberikan sumbangan terhadap pengembangan model-model pengajaran serta pengembangan strategi-strategi belajar. Beberapa teori belajar atau prinsip-prinsip tersebut, antara lain : teori belajar sosial (belajar sosial), teori kognitif (konstruktivis), pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning),
serta teori pemrosesan informasi. Teori belajar sosial (belajar sosial) melandasi pengembangan model pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan model pengajaran berdasarkan permasalahan (Problem Based Instruction). Adapun teori pemrosesan informasi melandasi pengembangan strategi-strategi belajar (Learning Strategies).
Model-model pengajaran dan strategi-strategi belajar yang umumnya diterapkan dalam pembelajaran sains, lebih lanjut akan diuraikan di dalam modul tersendiri, yaitu modul dengan judul “Model-model Pengajaran.” Dengan demikian, sengaja dalam modul ini tidak diuraikan semua jenis teori belajar, dan sebaliknya tidak hanya diuraikan satu jenis teori belajar saj. Namun, teori yang diuraikan di dalam modul ini adalah yang hanya terkait dan melandasi pengembangan model-model pengajaran serta strategi-strategi belajar.

 

Kompetensi

Setelah Anda mempelajari modul ini diharapkan Anda memiliki kompetensi berikut : Menguasai pengelolaan pembelajaran sains terutama memahami teori-teori yang menjadi landasan dalam pengembangan model-model pengajaran sains.

Tujuan

Adapun tujuannya, sesuai dengan indikator yang menunjukkan bahwa Anda telah mencapai kompetensi tersebut di atas antara lain :
1.       Mengidentifikasi teori-teori belajar atau prinsip-prinsip yang melandasi pengembangan model-model pengajaran serta strategi-strategi belajar.
2.       Menjelaskan fase-fase belajar melalui pemodelan menurut Bandura.
3.       Mengidentifikasi model pengajaran yang didukung oleh teori belajar sosial.
4.       Menyebutkan satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan menurut teori konstruktivis.
5.       Memberikan contoh implikasi penting dari teori Piaget dalam pembelajaran sains.
6.       Memberikan contoh implikasi penting dari teori Vygotsky dalam pembelajaran sains.
7.       Menjelaskan kekuatan dan kelemahan Belajar Penemuan oleh Bruner dalam pembelajaran sains.
8.       Mengidentifikasi model pengajaran yang didukung oleh teori konstruktivis.
9.       Menjelaskan pengertian pengajaran dan pembelajaran kontekstual.
10.   Menjelaskan unsur-unsur kunci dalam CTL.
11.   Menjelaskan sistem pemrosesan informasi dengan gambar skematis tentang daya ingat seseorang, menurut Atkinson dan Shiffrin, dan R. Gagne.
12.   Menjelaskan pentingnya pengetahuan awal dalam pembelajaran sains.







BAB  II

TEORI BELAJAR SOSIAL


Pemodelan (Modeling) merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura ini merupakan perluasan dari teori belajar perilaku tradisional. Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner (teori belajar perilaku) hanya memberi penekanan pada efek-efek konsekuensi pada perilaku, dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model.
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Bandura (Arends, 1997 : 69) menulis :
“Belajar akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga, dan bahkan berbahaya, jika manusia harus menggantungkan diri sepenuhnya pada hasil-hasil kegiatannya sendiri. Untungnya, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari secara observasi melalui pemodelan dari observasi terhadap perilaku orang lain. Seseorang membentuk pengertian bagaimana melakukan tingkah laku baru, dan pada kesempatan berikutnya informasi yang telah dikodekan tersebut berfungsi sebagai suatu pemandu untuk tindakan. Karena manusia dapat belajar dari contoh (model), setidaknya dalam bentuk yang mendekati, sebelum melakukan kegiatan (tingkah laku) tertentu, mereka terhindar dari melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu”.
Menurut Bandura, ada empat (4) fase belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (production phase), dan fase motivasi (motivational phase). Pada pengembangan model pengajaran, teori belajar sosial ini paling banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan model pengajaran langsung (direct instruction/DI). Dengan demikian, aplikasi teori ini tercermin pada aplikasi model pengajaran langsung.

A.     Fase Perhatian (atensi)
Fase pertama dalam belajar observasional (pemodelan) adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya, seseorang biasanya memberikan perhatian pada model-model yang menarik, populer, atau yang dikagumi. Inilah sebabnya mengapa banyak individu meniru pakaian, tata rambut, atau sikap dari orang yang dikagumi, misalnya bintang film.
Dalam pembelajaran sains, guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran sains tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau dengan mendemostrasikan suatu kegiatan. (Woolfolk, 1993 : 221) Bandura dan Rosenthal (Gredler, 1994 : 383) menyatakan bahwa model yang berpengaruh atas pengamat adalah yang memiliki satu atau lebih, ciri-ciri berikut ini. Model harus kelihatan dapat dipercaya, kelihatan cocok dalam kelompok, memberikan standar yang dapat dipercaya sebagai pedoman bagi cita-cita si pengamat, atau memberikan tolok ukur yang realistis sebagai perbandingan bagi si pengamat. Secara umum, model-model yang martabatnya tinggi, berkewenangan, dan mempunyai kekuasaan, lebih efektif daripada model yang rendah martabatnya di mata si pengamat, dalam membangkitkan tingkah laku imitatif (meniru). Di samping itu, seorang model harus mempunyai daya tarik.
Ciri-ciri tingkah laku yang mempengaruhi atensi adalah kompleksitas dan relevansinya. Sebagai contoh, uraian verbal yang panjang terlalu rumit bagi anak kecil untuk memprosesnya. Sebaliknya, anak-anak itu mampu memproses model yang disajikan secara visual yang dibarengi dengan pengulangan verbal yang berkali-kali. Relevansi mengacu pada pentingnya tingkah laku bagi si pengamat. Misalnya, belajar mengendarai mobil relevan untuk anak remaja, tetapi tidak relevan untuk anak usia dua tahun. Tingkah laku yang dihasilkan dari model cenderung diperhatikan dan dikode oleh si pengamat.
Untuk memperoleh perhatian siswa, guru dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti menepukkan tangan, atau menggunakan benda aneh yang dapat menarik perhatian siswa, misalnya membawa kotak ajaib yang berlubang. Mengarahkan perhatian pada bagian-bagian penting dari pokok pembicaraan, dapat dilakukan dengan mengatakan “berkumpullah sekarang dan perhatikan baik-baik”.
Untuk memastikan agar pengamatan tidak terlampau kompleks, supaya dapat diamati dengan akurat, guru dapat membagi keterampilan kompleks menjadi beberapa komponen dan kemudian mengajarkan setiap bagian itu. Misalnya, dalam mengajarkan keterampilan menggunakan Neraca Lengan (Ohauss) untuk mengukur massa benda, dapat dibagi menjadi beberapa keterampilan, yaitu cara mengenolkan neraca, cara menggeser anak timbang, cara membaca skala, dan cara menuliskan hasil pengukuran massa.

B.     Fase Retensi
Fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean (encoding) adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. (Gredler, 1994 : 429) Arti penting dari fase ini adalah bahwa si pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Suatu proses retensi yang paling penting adalah pengulangan. Baik pengulangan secara mental (pengulangan tertutup), yaitu individu membayangkan dirinya sendiri sedang melakukan tingkah laku model; maupun pengulangan secara motorik (pengulangan terbuka), yaitu individu melakukan tindakan yang kasat mata, adalah sangat berguna sebagai alat bantu memori. Tentu saja proses retensi ini dipengaruhi oleh perkembangan kognitif si pengamat.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, guru dapat menyediakan waktu penelitian, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental. Misalnya, mereka dapat memvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan Neraca Lengan (Ohauss), sebelum benar-benar melakukannya.

C.     Fase Produksi
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati (diperoleh). Telah ditemukan bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar observasional ini terjadi apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Seperti halnya pada fase retensi, fase reproduksi ini juga dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Fase reproduksi mengijinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan tingkah laku telah dikuasai oleh si pengamat. Ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan tingkah laku yang diberi kode yang benar dan dimiliki. Kekurangan penampilan hanya dapat diketahui apabila si pengamat (yang belajar) diminta untuk menampilkannya. Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan. Dalam fase reproduksi ini si model hendaknya memberikan umpan balik pada aspek-aspek yang sudah benar dari penampilan, namun yang lebih penting lagi adalah ditujukan pada aspek-aspek yang masih salah dari penampilan. Umpan balik sedini mungkin dalam fase reproduksi ini merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan penampilan keterampilan pada yang diajar.
Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, guru sebaiknya memberi pujian segera pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar. Disamping itu, guru harus mengidentifikasi sub keterampilan yang masih sulit dilakukan siswa. Misalnya, jika seorang siswa mengenolkan Neraca Lengan (Ohauss) dengan benar, namun membaca skalanya belum dapat, guru harus dengan segera menunjukkan tingkah laku siswa yang telah dilakukan dengan benar dan kemudian menunjukkan masalah yang ada.
Untuk memperbaiki sub keterampilan yang salah, pertama kali guru perlu memodelkan kinerja yang benar, kemudian siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya.

D.     Fase Motivasi
Fase terakhir dari proses belajar observasional ini adalah fase motivasi. Si pengamat akan meniru suatu model apabila mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Antisipasi akan terjadinya penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu, memotivasi pengamat untuk berunjuk perbuatan.
Dalam kelas, fase motivasi (penguatan) dari belajar observasional sering kali berupa pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model (guru). Para siswa memperhatikan model itu (atensi), melakukan latihan (retensi), dan menampilkannya (reproduksi), sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang disukai guru, dan menyenangkan guru (motivasi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar