1.
Pengertian Media Pembelajaran
Pada hakekatnya
kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses komunikasi antara guru dan
siswa. Guru di dalam proses komunikasi berperan sebagai komunikator yang akan
menyampaikan pesan / informasi pembelajaran perlu menggunakan media
pembelajaran.
Media pembelajaran
adalah “Segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk menyalurkan
informasi atau pesan dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat merangsang
fikiran, perasaan, perhatian, minat para siswa, dan dapat memperdalam serta
memperluas pemahaman siswa“ (Isbani,
1986 : 10).
National
Education Association (NEA) yang dikutip Isbani (1986 : 9) media pembelajaran
adalah : “Segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, dan
dapat berbicara, beserta instrumen yang mendukung kegiatan tersebut“.
Ahli lain menyatakan
media pembelajaran adalah “ segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau
isi pelajaran, merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa,
sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar “ (Ibrahim dan Syaodih,
1992/1993 : 78).
Secara harfiah,
media berarti perantara yang berfungsi untuk memperlancar proses komunikasi.
Media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari kata medium. Menurut Martein dan
Bridge (1986 : 2) media mencakup
semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa. Ini bisa
berupa perangkat keras dan lunak, seperti Notebook/Labtop, OHP, buku, komputer,
televisi, video, tape recorder, slide, model, gambar, dan lainnya.
Menurut Reiser dan
Gagne yang dikutip Munandir (2001 : 181) media pembelajaran adalah segala
sesuatu cara yang berupa sarana fisik untuk memberikan rangsangan kepada siswa
pada situasi pembelajaran. Definisi media sangat luas mencakup bahan cetak,
rekaman audio dan vidio, program teve, program radio, tulisan guru di papan
tulis, gambar, komputer interaktif, acara latihan, permainan, sandiwara,
berbagai metode mengajar, dan gerak–gerik guru atau disebut media model, buku
serta Notebook/Labtop. Keseluruhan media tersebut membentuk situasi
pembelajaran yang ditandai adanya komunikasi interaktif antara guru dengan
sekelompok siswa baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas.
Banyaknya ahli yang
memberikan batasan tentang media pembelajaran, AECT misalnya, mengatakan bahwa
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan
pesan. Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingan siswa yang
dapat merangsang mereka untuk belajar. Senada dengan itu, Brings mengartikan
media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses
belajar.
Dari beberapa
definisi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa media pembelajaran
merupakan sarana atau berbagai alat fisik yang digunakan untuk memperlancar
komunikasi antara guru dengan sekelompok siswa pada situasi pembelajaran,
dengan maksud untuk memperjelas atau mempermudah proses penerimaan dan
pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Berdasarkan kesimpulan itu, jelas bahwa
media pembelajaran harus dapat berfungsi untuk memperjelas penyampaian materi
pelajaran kepada para siswa.. artinya sekelompok siswa yang aktif mengikuti
pembelajaran dengan mudah dapat mengerti dan memahami materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru.
2.
Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran
Tujuan penggunaan
media pembelajaran bukan sebagai alat bantu semata dalam proses belajar
mengajar, tetapi juga dapat memberikan pengalaman yang konkrit dalam berpikir
lebih–lebih terhadap anak tuna grahita akan dapat meningkatkan motivasi
perhatian dan minat belajar sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.
Tujuan penggunaan
media pembelajaran yang disebutkan oleh Winataputra, dkk. (1997 : 5.8) adalah :
a.
Sebagai sarana bantu untuk meningkatkan
belajar mengajar yang efektif.
b.
Mempercepat proses belajar, artinya siswa
dapat menangkap bahan ajar dengan mudah dan jelas.
c.
Untuk meningkatkan kualitas proses
belajar artinya hasil belajar siswa memiliki nilai tinggi.
d.
Untuk meletakkan dasar yang konkrit dalam
berfikir, artinya dapat membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit.
Tujuan penggunaan
media pembelajaran yang disebutkan ahli di atas dapat disimpulkan pengertiannya
bahwa media pembelajaran dalam proses belajar disamping alat bantu penyampaian
informasi materi pembelajaran dapat diterima dengan jelas juga mewujudkan
situasi proses belajar yang efektif dan efisien.
Secara umum, manfaat
media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru
dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (1985) misalnya,
mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu : (1)
penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. (2) Proses pembelajaran
menjadi lebih jelas dan menarik. (3) Proses pembelajaran akan lebih interaktif.
(4) efisien dalam waktu dan tenaga. (5) meningkatkan kualitas hasil belajar
siswa. (6) media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja kapan
saja. (7) media dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap materi
dan proses belajar. (8) merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan
produktif.
Penggunaan media
pembelajaran secara tepat dan bervariasi akan dapat meningkatkan sikap pasif
siswa. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk (1) menimbulkan
kegairahan belajar, (2) meningkatkan intensitas interaksi yang sedang
berlangsung antara siswa dengan lingkungan, dan (3) memungkinkan siswa dapat
belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Selanjutnya
Depdikbud (1997 : 6) menyatakan penggunaan media dalam proses belajar mengajar
bertujuan (1) memberikan rangsangan kepada media akan lebih menarik bagi
peserta didik, dan (2) tidak terjadi verbalisme, karena siswa dapat melihat,
mendengar, dan menghayati materi pembelajaran.
Berdasarkan pendapat
dan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan media pembelajaran adalah
sebagai berikut : (1) meningkatkan gairah belajar siswa, (2) memperjelas proses
transformasi dan pembelajaran, (3) menghindari perilaku verbalisme dalam
pembelajaran, dan (4) mengembangkan partisipasi siswa dalam pembelajaran untuk
memperoleh prestasi belajar sesuai dengan potensi siswa.
3.
Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran
banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling sederhana dan murah hingga
yang media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dibuat oleh guru sendiri, ada
media yang diproduksi oleh pabrik. Ada
media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan,
ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan
pembelajaran.
Meskipun media
banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang bisa
digunakan oleh guru di sekolah. Beberapa media yang akrab dan hampir semua
sekolah memanfaatkan adalah media cetak ( buku ) dan papan tulis.
Ada berbagai cara dan sudut pandang untuk
menggolong– golongkan jenis media. Rudy Bretz (1971), misalnya mengidentifikasi
jenis–jenis media berdasarkan tiga unsur pokok, yaitu : suara, visual dan
gerak.
Berdasarkan tiga
unsur tersebut, Bretz mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok, yaitu :
1)
Media audio
2)
Media cetak
3)
Media visual diam
4)
Media visual gerak
5)
Media audio semi gerak
6)
Media semi gerak
7)
Media audio visual diam
8)
Media audio visual gerak
Andreson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sebagai berikut
:
No |
Golongan Media
|
Contoh dalam
Pembelajaran
|
1
|
Audio
|
Kaset audio, siaran radio, telepon
|
2
|
Cetak
|
Buku pelajaran, modul, brosur,
leaflet, gambar
|
3
|
Audio – cetak
|
Kaset audio yang dilengkapi bahan
tertulis
|
4
|
Proyeksi visual diam
|
Overhead transparansi (OHT), film
bingkai (slide)
|
5
|
Proyeksi audio visual diam
|
Film bingkai (slide) bersuara
|
6
|
Visual gerak
|
Film bisu
|
7
|
Audio visual gerak
|
Film gerak bersuara, vidio/VCD,
televisi
|
8
|
Obyek fisik
|
Benda nyata, model, spesimen
|
9
|
Manusia dan lingkungan
|
Guru, pustakawan, laboran
|
10
|
Komputer
|
CAI (pembelajaran berbantuan komputer)
CBI (pembelajaran berbasis
komputer)
|
Berdasarkan pendapat
di atas, dapat dimengerti bahwa media pembelajaran terdiri dari berbagai jenis,
yang kesemuanya itu dimaksudkan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan
efektif. Efektifitas pembelajaran dapat didasarkan pada adanya perubahan
perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran, misalnya siswa dapat
mendefinisikan konsep, menyebutkan kaidah, memahami dan mengaplikasikan
teori–teori yang telah dipelajari.
Pengelompokan
berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh
Seels & Glassgow (1990 : 181–183) dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu
pilihan media tradisionil dan pilihan media teknologi mutakhir.
1) Pilihan
Media Tradisionil
a.
Visual diam yang diproyeksikan
-
Proyeksi apaque (tak tembus pandang)
-
Proyeksi overhead
-
Slide
-
Filmstrips
b.
Visual yang tak diproyeksikan
-
Gambar, poster
-
Foto
-
Charts, grafik, diagram
c.
Audio
-
Rekaman piringan
-
Pita kaset, reel, cartridge
d.
Penyajian Multimedia
-
Slide plus suara (tape)
-
Multi - image
e.
Visual dinamis yang diproyeksikan
-
Film
-
Televisi
-
Video
f.
Cetak
-
Buku teks
-
Modul, teks terprogram
-
Workbook
-
Majalah ilmiah, berkala
-
Lembaran lepas (hand–out)
g.
Permainan
-
Teka–teki
-
Simulasi
-
Permainan papan
h.
Realita
-
Model
-
Specimen (contoh)
-
Manipulatif (peta, boneka)
2) Pilihan
Media Teknologi Mutakhir
a.
Media berbasis telekomunikasi
-
Telekonferen
-
Kuliah jarak jauh
b.
Media berbasis Mikroprosesor
-
Computer-assisted instruction
-
Permainan komputer
-
System tutor intelijen
-
Interaktif
-
Hipermedia
-
Compact (video) disc
4.
Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Berbagai macam
media pembelajaran yang
berbeda – beda
menyebabkan guru
dalam menggunakan media pembelajaran perlu menentukan kriteria pemilihan media
pembelajaran.
Isbani (1986 :
49–50) menyatakan kriteria pemilihan media pembelajaran sebagai berikut :
a.
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
b.
Ketepatgunaan / fungsionalisasi
c.
Besar kecilnya jumlah siswa
d.
Fasilitas yang tersedia
e.
Sesuai dengan ketrampilan guru
f.
Murah praktis dan ekonomis
g. Dapat
menggambarkan benda aslinya
Kriteria pemilihan
media pembelajaran di atas telah disesuaikan dengan media pembelajaran
Notebook/Laptop dan buku teks yang digunakan dalam penelitian antara lain
sesuai dengan tujuan pokok bahasan yang ingin dicapai, memanfaatkan fasilitas
yang sudah ada dengan keterampilan dan kemampuan guru yang dapat menggambarkan
benda aslinya. Keuntungan dan manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp
dan Dayton secara
praktis media pembelajaran Notebook/ Labtop dan buku teks adalah : “ (a) media
dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit, (b) media
dapat untuk mengatasi kendala dalam melaksanakan proses pembelajaran, (c) media
dapat untuk mengatasi keterbatasan indera manusia, (d) mudah disimpan, (Aristo
Rahadi, 2004 : 15).
5.
Media Berbasis Komputer
Komputer adalah
mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi infomasi yang diberi kode, mesin
elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan
rumit (Azhar Asyad : 2005 : 53).
Pemanfaatan komputer
untuk pendidikan yang dikenal sering dinamakan pembelajaran dengan bantuan
komputer (CAI) dikembangkan dalam beberapa format, antara lain drills and
practise, tutorial, simulasi permainan dan discovery. Komputer telah digunakan
untuk mengadministrasikan tes dan pengolahan administrasi sekolah.
Berikut ini
dikemukakan beberapa kekuatan dan keterbatasan komputer yang digunakan untuk
tujuan–tujuan pendidikan.
Keuntungan
1) Komputer
dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran karena ia dapat
memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual,
tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi
seperti yang diinginkan program yang digunakan.
2) Komputer
dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan
laboratoriu atau simulasi karena tersedia animasi grafik, warna dan musik yang
dapat menambah realisme.
3) Kendali
berada di tangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat
disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan kata lain, komputer dapat
berinteraksi dengan siswa secara perorangan misalnya dengan bertanya dan
menilai jawaban.
4) Kemampuan
merekam aktivitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran memberi
kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangann
setiap siswa selalu dapat dipantau.
5) Dapat
berhubungan dengan, dan mengendalikan, peralatan lain seperti compact disk,
video tape, dan lain–lain dengan program pengendalian dari komputer.
Teknologi berbasis
komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan
menggunakan sumber–sumber yang berbasis mikro-prosesor. Pengaruh antara media
yang dihasilkan oleh teknologi berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari
dua teknologi lainnya adalah karena informasi/materi disampaikan dalam bentuk
digital, bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Pada dasarnya teknologi
berbasis komputer menggunakan layar kaca untuk menyajikan informasi kepada
siswa. Berbagai jenis aplikasi teknologi berbasis komputer dalam pembelajaran
umumnya dikenal sebagai Computer-assited instruction (pembelajaran dengan bantuan
komputer). Aplikasi tersebut apabila dilihat cara penyajian dan tujuan yang
ingin dicapai meliputi Tutorial (penyajian materi pelajaran
secara bertahap), drills and practice (latihan mengaplikasikan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru dipelajari ), dan basis data (sumber yang
dapat membantu siswa menambah informasi dan pengetahuannya sesuai dengan keinginan
masing–masing). Adapun ciri utama teknologi berbasis komputer adalah sebagai
berikut :
a.
Dapat digunakan secara acak, sekuensial, secara linear
b.
Dapat digunakan sesuai dengan keinginan siswa, bukan
saja dengan cara yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya.
c.
Gagasan–gagasan sering disajikan secara realistic dalam
konteks pengalaman siswa, menurut apa yang relevan dengan siswa, dan di bawah
pengendalian siswa.
d.
Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan
dalam pengembangan dan penggunaan pelajaran.
e.
Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif
sehingga pengetahuan dikuasai jika pelajaran itu digunakan.
f.
Bahan–bahan pelajaran melibatkan banyak interaktivitas
siswa.
g.
Bahan–bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari
berbagai sumber.
6.
Media Buku Teks
Menurut Hamalik (1989 : 12) buku teks adalah cetakan atau bacaan yang
digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru, dan
siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1984 : 43) yang dimaksud buku teks yaitu
buku-buku yang merupakan bahan-bahan pelajaran yang telah ditentukan dan telah
disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Buku teks merupakan
sarana yang penting bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran karena dengan
buku teks, para siswa dapat belajar sendiri dan dapat mengembangkan ilmu yang
dimilikinya. Tujuan utama penggunaan buku teks atau buku pelajaran sebagai
media ialah sebagai bahan untuk membantu siswa dalam mempelajari mata
pelajaran.
Muatan isi buku teks bukan hanya merupakan jawaban pemecahan masalah,
akan tetapi harus merupakan hasil penyusunan yang betul-betul menarik bagi para
pembaca. Dalam pemilihan buku teks seorang guru hendaknya memeriksa isinya
apakah ada kesesuaian antara kurikulum dan tujuan pembelajaran yang
disampaikan. Menurut Qomarudin, (1993 : 30) bahwa buku teks yang digunakan
dalam mata pelajaran merupakan suatu obyek atau pelajaran biasanya yang berisi
penyajian suatu subyek yang teratur, disertai dengan pertanyaan-pertanyaan dan
latihan-latihan serta petunjuk pembelajaran yang bertujuan memaksimalkan proses
transformasi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pendapat dan
uraian di atas, maka jelas bahwa buku teks sebagai media akan dapat memudahkan
siswa melakukan kegiatan belajar, sehingga ia dapat mencapai hasil belajar
secara maksimal.
B. Prestasi Belajar Siswa
1. Pengertian
Belajar
Seseorang yang belum
mengerti menjadi mengerti dan belum bisa menjadi bisa harus melalui proses yang
melibatkan seluruh aktivitas mental / psikis yakni dengan belajar.
Belajar adalah “
suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap “ ( Winkel yang dikutip Mandalika dkk,
1995 : 24 ).
Sam Isbani dan
Sardjono menyatakan belajar adalah : “….. sebagai perubahan kelakuan berkat
pengalaman dan latihan. Perubahan itu tidak hanya mengenal jumlah pengetahuan
melainkan juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan,
minat dan penyesuaian diri, atau berbentuk segala aspek organisme atau pribadi
seseorang “ (Isbani & Sardjono, 1985 : 30).
Ahli lain menyatakan
pengertian belajar adalah : “ suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan
pengetahuan, kecakapan / skill, kebiasaan atau sikap “ (Winataputra yang
mengutip Winkel, 1997 : 5.15). Pengertian belajar yang dinyatakan di atas dapat
disimpulkan, belajar merupakan proses aktivitas fisik dan psikis dengan
ditandainya perubahan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
ke arah yang positif pada diri pembelajar. Dalam tesis ini individu yang
menjadi obyek penelitian. Setelah melakukan belajar dapat menghasilkan
perubahan penguasaan pengetahuan dalam pencapaian prestasi belajar yang positif
/ hasil belajar yang baik.
Menurut Munandir (2001 : 20) belajar merupakan perbuatan yang paling
banyak dilakukan orang. Perbuatan ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan
saja, seperti belajar di tempat rekreasi, belajar di sekolah, belajar di rumah,
bahkan belajar yang dilakukan seseorang ketika ia naik kendaraan bermotor (bus,
kereta api, pesawat udara) dalam perjalanan menuju ke suatu tempat tertentu.
Singkatnya, aktivitas belajar tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.
Di kalangan masyarakat umum dan awam, belajar diartikan monopoli
perbuatan anak sekolah dan pengertiannya mengacu ke kegiatan anak tersebut di
sekolah. Pada umumnya para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat bahwa
belajar adalah aktivitas yang mengacu ke terjadinya perubahan dalam diri
seseorang, yaitu perubahan tingkah laku melalui pengalaman, dan bukan perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh faktor kematangan, kecelakaan, bencana alam,
atau faktor-faktor lain di luar perencanaan manusia.
Selanjutnya Maltby, dkk (1995 : 219) mendefinisikan belajar (learning)
is the process by which an organism changes its behaviour as a result of
experience. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi di
dalam diri seseorang individu sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Hergenhahn
dan Olson (1997 : 2) belajar (learning to gain knowledge, comprehension, or
mastery through experience or study. Aktivitas belajar dimaksudkan untuk
memperoleh penambahan pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui
pengalaman dan aktivitas yang direncanakan.
Berdasarkan pendapat dan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan
definisi belajar, yaitu : (1) Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh
perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang berupa perolehan pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), atau penguasaan (mastery) terhadap
sesuatu materi / bahan pelajaran melalui pengalaman atau interaksi dengan
lingkungan. Disebut proses artinya kegiatan belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti potensi siswa, lingkungan siswa, penggunaan metode belajar dan
media. (2) Perubahan tingkah laku tersebut bukan semata-mata sebagai hasil
kematangan proses pertumbuhan atau faktor yang tidak disengaja. Ini artinya
hasil belajar diperoleh melalui proses yang disengaja atau disadari, artinya
seorang siswa sadar bahwa dirinya melakukan aktivitas belajar di sekolah. (3) Perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar bersifat relatif permanen karena dapat disimpan di dalam
ingatan (memory). Pengetahuan, pemahaman dan penguasaan tentang sesuatu
materi pelajaran dapat disimpan oleh siswa di dalam ingatannya, yang setiap
saat dapat ditayangkan kembali (retrievel), sehingga menjadi miliknya (self
knowledge).
2. Pengertian
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai siswa menurut
kemampuannya setelah ia melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 700) prestasi menunjuk pada hasil
yang telah dicapai setelah seseorang melakukan atau mengerjakan suatu
aktivitas. Aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dapat mencakup pada berbagai
bidang kehidupan, di antaranya adalah aktivitas belajar. Kemampuan seseorang
siswa untuk melakukan aktivitas belajar akan mempengaruhi prestasi yang
dicapai. Artinya bila seorang siswa memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan
aktivitas belajar, maka ia akan dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi,
dan sebaliknya jika siswa tersebut kemampuan belajarnya rendah sehingga ia
tidak mampu melakukan aktivitas belajar dalam kadar tinggi maka prestasi
belajarnya diprediksikan rendah.
Menurut Suryabrata yang dikutip Muhari (1983 : 25) prestasi belajar
adalah hasil belajar terakhir yang dicapai sebaik-baiknya dalam jangka waktu
tertentu di sekolah. Soemarsono (1986 : 18) memberikan definisi prestasi belajar
adalah suatu nilai yang mewujudkan hasil belajar siswa yang dicapai menurut
kemampuannya dalam mengerjakan tugas pada saat tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
:
(1) Prestasi belajar merupakan wujud hasil belajar yang dicapai
oleh siswa setelah ia melakukan aktivitas belajar di sekolah. (2) Hasil belajar
tersebut dicapai siswa menurut kemampuannya, yang mencakup kemampuan
intelektual maupun kemampuan nonintelektual. (3) Usaha belajar siswa merupakan
proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya penggunaan media yang
relevan terhadap keunikan siswa dan lingkungan belajar. (4) Untuk mengetahui
hasil belajar siswa di sekolah dilakukan evaluasi belajar.
3. Pengertian
Antropologi
Secara Etimologis,
kata antropologi muncul sejak abad ke – 15 dari bahasa Yunani. Antroos yang
berarti manusia dan Logogs yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi antropologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman makluk manusia beserta
kebudayaannya. Dan secara harafiyah antropologi berarti ilmu atau studi tentang
manusia. Antropologi mempelajari manusia sebagai makluk biologis dan sebagai
makluk social.
Agar lebih jelas
antropologi diartikan menurut para tokoh ilmuwan antropologi antara lain :
a. Keesing
(1981)
Antropologi adalah kajian tentang
manusia.
b. Haviland
(1985)
Antropologi adalah studi tentang manusia
dan perilakunya dan melaluinya diperoleh pengertian lengkap tentang
keanekaragaman manusia.
c. Kamus
Antropologi oleh Ariyono Suyono (1985)
Antropologi diartikan sebagai suatu ilmu
yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari
aneka warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta kebudayaannya.
d. Koentjaraningrat
(1990)
Ilmu antropologi memperhatikan lima masalah mengenai
makhluk manusia yaitu :
1. Masalah
perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2. Masalah
sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri –
ciri tubuhnya.
3. Masalah
sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh
dunia.
4. Masalah
persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
4. Tujuan–tujuan
yang ingin dicapai dalam pembelajaran antropologi :
a. Mengetahui
kondisi sosial budaya dari suatu masyarakat.
b. Dapat
membandingkan antara kondisi sosial budaya satu masyarakat dengan masyarakat
yang lain.
c. Dapat
menarik garis umum yang dimiliki dari beberapa masyarakat atau bahkan dari
seluruh masyarakat yang ada di muka bumi.
d. Memiliki
wawasan yang lebih luas sehingga membantu proses penyesuaian dengan berbagai
masyarakat tersebut.
e. Menumbuhkan
rasa toleransi antar ras, suku maupun agama yang berbeda–beda sehingga dapat
menghindari adanya konflik sosial pada masyarakat yang majemuk seperti pada
masyarakat Indonesia
ini.
Dari pendapat
tersebut, maka penulis menarik suatu pengertian bahwa tujuan dari mempelajari
Antropologi antara lain :
a. Bidang
Pengetahuan
1) Siswa
memiliki pengetahuan dan pengertian antropologi untuk menghadapi studi lebih
lanjut maupun dalam pemakaian praktis dalam mata pelajaran lebih lanjut dalam
kehidupan sehari–hari.
2) Siswa
memahami hubungan–hubungan, bagian–bagian dari Antropologi.
b. Bidang
Ketrampilan
1) Siswa
memiliki ketrampilan menyelesaikan soal–soal antropologi yang berhubungan
dengan kehidupan sehari–hari.
2) Siswa
terampil dalam menggunakan pengetahuan antropologi guna menunjang mata
pelajaran yang lainnya.
3) Siswa
memiliki ketrampilan menggunakan dan memahami alat–alat, senjata, alat mata
pencaharian setiap suku bangsa yang ada di muka bumi ini yang khususnya bangsa Indonesia.
4) Siswa
memiliki pengetahuan membuat analisa, sintesa, dan membuat kesimpulan.
c. Nilai
dan Sikap
1) Siswa
memahami pentingnya tabel–tabel, diagram dan yang kompeten pada suku bangsa.
2) Siswa
menghargai meresapi keindahan konsep–konsep struktur dalam pelajaran
Antropologi.
d. Materi
Di dalam garis–garis
besar program pelajaran (GBPP) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, bahwa materi pokok pelajaran antropologi kelas III Sekolah
Menengah Umum adalah sebagai berikut untuk pelajaran antropologi pokok bahasan
:
1) Dampak
Pembangunan terhadap Budaya Suku Bangsa
Menganalisa dampak pembangunan nasional
terhadap budaya suku bangsa (budaya daerah) di Indonesia secara antropologis.
2) Manusia
dan Pembangunan Kebudayaan Indonesia
Mengenali dan menganalisis masalah
aktual “ Ciri–ciri manusia Indonesia
dan pembangunan kebudayaan Indonesia.
e. Alat
Pendidikan Antropologi
Dalam pendidikan
untuk mata pelajaran antropologi banyak memerlukan alat–alat / media belajar
dapat yang digunakan untuk mengajar. Alat–alat pembantu meliputi : gambar, bahan,
grafik, kertas grafik dan sebagainya. Dapat pula merupakan alat–alat
perlengkapan dan bahan harus tersedia sebelum pelajaran dimulai, maka perlu
sekali memikirkan dengan sebaik–baiknya alat dan bahan apa yang diperlukan di
dalam pelajaran itu.
f.
Evaluasi Pendidikan Antropologi
Pada akhir suatu
pelajaran sebaiknya guru mengadakan evaluasi atas hasil yang telah dicapainya.
Evaluasi ini berupa pertanyaan– pertanyaan itu lebih terarah. Dengan mengajukan
pertanyaan–pertanyaan ini ada hubungannya dengan hal–hal yang telah diajarkan
waktu itu. Guru dapat dinilai sampai dimana telah berhasil mencapai
tujuan–tujuannya. Evaluasi pengajaran fisika dengan mengadakan tes formatif,
tes sumatif, tugas kurikuler. Dari hasil tes itu kemudian hasilnya dirata–rata.
Hasilnya merupakan hasil nilai akhir dan dimasukkan dalam nilai ulangan harian.
5. Tujuan
Belajar
Tujuan belajar berupa
adanya perubahan-perubahan tingkah laku individu yang belajar.
Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa kawasan psikologis yang terwujud
dalam tingkah laku belajar.
Perubahan ranah
psikologis sebagai tujuan belajar dapat digolongkan menjadi tiga klasifikasi,
yakni :
a. Ranah
(matra) kognitif
b. Ranah
(matra) afektif
c. Ranah
(matra) psikomotor (Mandalika dkk, 1995
: 25-26).
Pada ranah (matra)
kognitif disesuaikan dengan kemampuan siswa tunagrahita, maka aspek berpikir
hanya pada tingkat pengetahuan/ingatan pemahaman dan penerapan/aplikasi. Ranah
(matra) psikomotor yang berkaitan dengan aspek ketrampilan gerak/motorik
dicapai pada tingkat kemauan siswa menerima / resepsi dan kemauan menanggapi
pada respon yang dilihatnya. Sedangkan pada ranah (matra) afektif yang dicapai
hanya pada penerimaan dan menaruh perhatian pada nilai-nilai tertentu.
Berbagai ranah
psikologis sebagai tujuan belajar pada dasarnya adalah adanya perubahan aspek
psikologis individu yang belajar sesuai dengan bentuk tingkah laku atau bidang
yang ingin dicapai. Sesuai dengan judul skripsi yang diajukan maka tujuan
belajar yang ingin dicapai ialah prestasi belajar.
Nurkancana menyatakan
prestasi belajar adalah “Output dari proses kegiatan belajar. Hasil belajar
dalam pendidikan biasanya dinyatakan dalam lambang angka. Angka yang diperoleh
dari kegiatan belajar inilah yang selanjutnya hasil belajar atau prestasi
belajar” (Nurkancana, 1986 : 50).
Pendapat lain yang
senada dinyatakan Tirtonegoro prestasi belajar adalah “Penilaian hasil usaha
belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu’
(Tirtonegoro, 1984 : 42).
Kedua pendapat
tentang prestasi belajar / hasil belajar di atas dapat disimpulkan, prestasi
belajar/hasil belajar adalah penilaian hasil usaha dari individu setelah
melakukan proses kegiatan belajar, yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka,
huruf maupun kalimat. Dalam skripsi ini prestasi belajar antropologi yang
dimaksud, yakni prestasi belajar yang diberikan pada individu yang menjadi
obyek penelitian dinyatakan dalam bentuk lambang angka berupa nilai pretes dan
postes.
Soemanto (1998 :
113) menyatakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor stimuli
belajar, faktor-faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual. Faktor
stimuli belajar mencakup; penggunaan media, karakteristik bahan pelajaran,
seperti panjangnya bahan pelajaran, sulitnya bahan pelajaran, berartinya bahan
pelajaran, dan berat ringannya tugas untuk mengkaji bahan pelajaran. Faktor
metode mencakup; kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan drill,
resitasi selama belajar, dan belajar dengan keseluruhan serta belajar dengan
bagian-bagian, sedangkan faktor individual mencakup, motivasi, pengalaman, dan
kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Selanjutnya Soekamto
dan Winataputra (1997 : 38) mengemukakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh
faktor kemampuan, motivasi, perhatian, persepsi, pemrosesan informasi yang
mencakup ingatan, lupa, retensi, dan transfer. Menurut pendapat ini, peranan
media pembelajaran adalah meningkatkan kualitas proses transformasi dalam
mewujudkan hasil belajar yang maksimal.
Sejalan dengan
pendapat di atas, Suryabrata (1990 : 249) mengemukakan bahwa kegiatan belajar
dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari luar diri siswa dan
maupun yang bersumber dari dalam diri siswa. Faktor-faktor yang berasal dari
luar diri siswa mencakup; faktor nonsosial dan sosial, faktor yang bersumber
dari diri siswa adalah faktor psikologis dan faktor fisiologis. Faktor
nonsosial dan sosial berkaitan dengan stimuli belajar, di antaranya adalah
penggunaan media pembelajaran.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa beberapa faktor penting
yang mempengaruhi proses belajar siswa di antaranya adalah faktor stimuli di
antaranya penggunaan media buku teks dan Notebook/Labtop. Penggunaan media
harus disesuaikan dengan keunikan dan perhatian siswa, sehingga dalam
penelitian ini faktor penggunaan media buku teks divariasikan dengan media
Notebook/Labtop untuk meningkatkan perhatian (atensi) siswa dalam
melakukan aktivitas belajar. Semakin meningkatkan kadar perhatian siswa
diharapkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran semakin maksimal, yang
akhirnya dapat ditingkatkan prestasi belajarnya.
6. Teori
– teori Belajar
Setiap teori belajar
senantiasa berusaha memahami masalah belajar
dari dimensinya
masing-masing. Teori belajar tersebut antara lain :
a.
Teori Belajar Menurut Psikologi Kekuatan
Mental
Pada teori ini ada
tiga psikologi belajar yang berpengaruh dalam pelaksanaan pengajaran yaitu,
psikologi daya, psikologi tanggapan, dan psikologi naturalisme romantik.
Pandangan ahli pada
teori ini individu / siswa memiliki sejumlah daya seperti mengindera, mengenal,
mengingat dan sebagainya serta menyimpan tanggapan pada kesadaran individu pada
setiap pengalaman yang diterima melalui penglihatan dan pendengaran, sehingga potensi
berpikir atau kekuatan yang masih terpendam dapat dikembangkan melalui
laithan-latihan seperti latihan benda, gambar, bunyi dan suara.
b.
Teori Belajar Menurut Psikologi
Behaviourisme
Pada teori ini
menekankan pada tingkah laku individu dari hubungan antara stimulus-respon yang
sebanyak-banyaknya. Dengan demikian belajar merupakan mengkondisikan individu
terhadap stimulus-respon sehingga terjadi kebiasaan perilaku yang dikerjakan
dengan berulang-ulang. Yang termasuk teori belajar behavior adalah psikologi
asosiasi, conditioning, dan operant conditioning.
c.
Teori Belajar Menurut Psikologi Kognitas
Gestalt
Individu belajar
merupakan keseluruhan yang terpadu untuk itu belajar harus dimulai dari
keseluruhan baru kemudian pada bagian-bagian yang masih mempunyai hubungan satu
dengan lainnya. Pada teori ini menekankan pada individu untuk menemukan insight
dengan cara-cara mencari dan menemukan pengetahuan sendiri. Sehingga bahan dan
tugas harus disesuaikan dengan kemampuan siswa di samping strategi belajar dan
media pembelajaran yang sesuai guna meningkatkan upaya belajar siswa.
Berbagai teori
belajar yang telah diuraikan dapat ditarik simpulan, bahwa individu/siswa dalam
belajar mempunyai kekuatan dan kemampuan, tingkah laku dan insight yang perlu
dikembangkan/ ditingkatkan melalui latihan-latihan (pengalaman), melalui
stimulasi-respons ataupun mencari dan menemukan pengetahuan sendiri.
Pendekatan belajar
bagi individu obyek penelitian dalam skripsi ini menggunakan teori belajar
psikologi kekuatan mental, Psikologi Behaviorisme dan Psikologi Medan, dengan
cara memberikan stimulus-respons, bahan dan tugas yang disesuaikan dengan
kemampuan siswa.
d.
Teori Belajar dalam Aliran Tingkah Laku
Menurut teori belajar
dalam aliran tingkah laku (behaviouristic), belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut Thorndike yang dikutip Hergenhahn dan Olson (1997 : 57) mengemukakan theory
is called correctionism, the connection refered to being the neural connection
between stimuli (S) and responses (R). Menurut pandangan Thorndike, salah
satu pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara
stimulus seperti materi pelajaran dengan respon yang bisa berupa pendapat /
pikiran siswa, perasaan dan atau gerakan / keterampilan siswa. Jelasnya menurut
teori Thorndike, perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil belajar boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) dan sesuatu yang tidak konkret
(tidak bisa diamati).
Watson sebagai salah
satu pelopor teori tingkah laku menyatakan bahwa stimulus dan respon harus
berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable) saja, namun dalam
pandangan beberapa ahli pada aliran ini, stimulus dan respon mencakup banyak
variabel misalnya menurut Hull yang dikutip Irawan, dkk (1997 : 4) stimulus
dikaitkan dengan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis, sedangkan
menurut Guthrie yang juga dikutip Irawan, dkk (1997 : 4) stimulus tidak harus
berbentuk kebutuhan biologis saja yang penting hubungan antara stimulus dan respon
yang sering agar hubungan itu menjadi lebih kuat yang menimbulkan respon
cenderung bersifat sementara, karena itu diperlukan pemberian stimulus yang
sering agar hubungan itu menjadi lebih kuat yang menimbulkan respon semakin
kuat dan bahkan menjadi kebiasaan seperti kebiasaan membaca buku, kebiasaan
berdiskusi, dan masih banyak yang lain.
Selanjutnya menurut
Skinner yang dikutip Hergenhahn and Olson (1997 : 79) mengemukakan bahwa distinguished
two kinds of behavior : respondent behaviour, wich is elicited by known
stimulus, and oprerant behavior, which is not elicited by a known stimulus but
is simply emitted by the organism. Ada dua tingkah laku menurut Skinner yaitu respondent
behavior. Respondent behavior adalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang
tertentu yang disebut eliciting stimuli, menimbulkan response-response
yang relatif tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Operant
behavior adalah tingkah laku yang timbul dan berkembangnya tidak diikuti
oleh perangsang-perangsang yang relatif tetap, melainkan dirangsang oleh
perangsang yang disebut reinforcing stimuli atau reinforce.
Robbins (1996 : 211)
mengemukakan bahwa dalam teori penguatan, digunakan pendekatan keperilakuan (behavioristic)
yang berargumentasi bahwa penguatlah yang mengkondisikan perilaku. Para teoritisi penguatan memandang perilaku disebabkan
oleh lingkungan, bukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kognitif internal.
Apa yang mengendalian perilaku adalah pemerkuat-pemerkuat (reinforcers)
dengan diberikannya pemerkuat (reinforcer), diharapkan dapat
meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku itu akan diulang.
Jadi jelas bahwa
menurut teori penguatan tingkah laku seseorang siswa yang dikehendaki dapat
dirangsang oleh pemberian penguatan (reinforcement). Salah satu bentuk
penguatan adalah penggunaan media buku tes yang disertai media OHP
transparansi, sehingga dengan bentuk penguatan itu diharapkan dapat merangsang
aktivitas belajar siswa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan prestasi
belajarnya.
e.
Teori belajar dalam aliran kognitif
Teori belajar dalam
aliran kognitif lahir sebagai respon dari teori belajar dalam aliran tingkah
laku yang dianggap tidak mampu menerangkan situasi belajar yang kompleks. Kita
mengambil contoh suatu siswa mau belajar giat setelah diberi stimulus tertentu,
tetapi karena satu hal tiba-tiba siswa tersebut tidak mau belajar lagi, padahal
kepadanya sudah diberikan stimulus yang sama atau yang lebih baik daripada itu.
Menurut aliran
kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak
berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir,
bersambung-sambung, dan menyeluruh (Irawan, 1997 : 8). Menurut Piaget yang dikutip
Irawan, dkk (1997 : 8) proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni
asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Proses asilimasi adalah proses penyatuan
informasi baru ke struktur kognitif (cognitive Structures) yang sudah
ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi yang baru, sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan
antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget menjelaskan
alur proses belajar seperti yang dikutip oleh Hergenhahn dan Olson (1997 : 284)
mencakup proses stimuli lingkungan (physical environment), struktur
kognitif (cognitive structures), persepsi (perception), asimilasi
dan akomodasi (assimilation and accommodation). Katakanlah seorang siswa
yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip
perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjuamlahan (yang sudah
ada dibenak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah
yang disebut proses asimilasi. Jika siswa ini diberi sebuah soal perkalian,
maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian
prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar siswa
tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya tapi sekaligus, menjaga
stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan (equilibrasi).
Termasuk teori
belajar dalam aliran kognitif ialah teori Ausubel yang dikutip Irawan, dkk
(1997 : 10 – 11), mengemukakan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa
yang disebut pengatur kemajuan (advance organizers) didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa. Menurut Bruner yang dikutip Soekamto dan Winataputra
(1997 : 24) mengemukakan bahwa proses belajar melalui tiga tahap, pertama yaitu
tahap enaktif, di mana siswa melakukan aktivitas untuk memahami lingkungan,
kedua tahap ikonik, di mana siswa melihat dunia luar melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Tahap ketiga ialah tahap simbolik, di mana siswa mempunyai
gagasan-gagasan yang abstrak yang dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
menurut teori dalam aliran kognitif belajar berlangsung melalui proses
perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk perubahan tingkah
laku yang nampak saja, melainkan juga termasuk perubahan perilaku yang tidak
nampak, misalnya berpikir, mengingat, dan proses memecahkan masalah di dalam
pikiran.
7. Faktor
– faktor yang mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan
proses yang kompleks melibatkan seluruh aktivitas fisik dan psikis, untuk itu
keberhasilan belajar/prestasi belajar juga ikut dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yakni faktor yang datangnya dari dalam diri anak ataupun faktor yang
datangnya dari luar diri anak .
Faktor Belajar
tersebut antara lain :
a. Kondisi
fisiologis yaitu merupakan keadaan fisik dari siswa sendiri antara lain kondisi
fisik siswa tidak terdapat kelainan yang akan dapat menggangu belajarnya.
b. Kondisi
psikologis yaitu kondisi yang berkaitan dengan unsur intelektual antara lain
intelegensi. Bagi siswa yang mempunyai intelegensi dibawah rata – rata tentu
akan mengalami kesulitan dalam belajar sehingga prestasi belajarnya rendah,
begitu sebaliknya dan unsur non intektual antara lain meliputi : bakat, minat,
motivasi, untuk itu perlu sarana belajar yang dapat menarik minat dan motivasi
belajar agar dapat siswa belajar dengan baik.
c. Kondisi
eksternal yaitu faktor mempengaruhi belajar yang berasal dari luar diri siswa
meliputi :
1)
Motivasi.
2)
Bahan belajar.
3)
Suasana belajar.
4)
Media pembelajaran.
5)
Kondisi subyek yang belajar (Ibrahim dan Nana Syaodih
S.,1992/1993 :23).
Dari uraian di atas
disimpulkan faktor–faktor yang mempengaruhi belajar yakni faktor yang datangnya
dari dalam diri siswa (faktor internal), dan faktor yang datangnya dari luar
diri siswa (faktor eksternal). Proposal tesis ini menggunakan media
pembelajaran sebagai salah satu faktor belajar yang ikut mempengaruhi dari luar
diri siswa (faktor eksternal).
Sebagian dari para
ahli psykologi telah banyak yang membahas tentang masalah – masalah yang
berhubungan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi belajar. Sudah barang
tentu diantara pendapat-pendapat mereka ada sedikit Pengaruh yang tidak
prinsipil.
Dewa Ketut Sukardi
dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah” menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu sebagai berkut :
a.
Faktor internal ialah faktor yang menyangkut seluruh
diri pribadi, termasuk fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut
menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar.
b.
Faktor internal ialah faktor yang bersumber dari luar
individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
alat-alat pelajaran yang tidak memadai dan lingkungan sosial maupun lingkungan
alamiah. (1983 : 30)
Sedangkan Soemadi
Suryabroto mengklassifikasikan faktor-fator belajar sebagai berikut :
a.
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar dan
ini masih dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa elevise
yang tetap ada yaitu :
1) Faktor-faktor
non sosial
2) Faktor-faktor
sosial
b.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar ini
juga digolongkan menjadi dua golongan
yaitu :
1) Faktor-faktor
fisiologis.
2) Faktor-faktor
psykologis. (1983 : 31 –31).
Nana Sudjana dalam
bukunya “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” mengemukakan bahwa hasil belajar
siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dalam diri luar siswa atau
lingkungannya. Faktor yang terdapat pada dari diri siswa terutama kemampuan
siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. (1988 : 9).
Dari beberapa
pendapat tersebut, maka penulis dapat menarik sesuatu kesimpulan/pengertian
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar itu sebagai berikut :
a. Faktor
internal (faktor dari dalam individu) yang meliputi :
1. Faktor
fisiologis.
2. Faktor
psikologis.
b. Faktor
eksternal (faktor dari luar individu) yang meliputi :
1. Faktor
non sosial atau non human.
2. Faktor
sosial atau human.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Faktor Interrnal.
1) Sebab
yang bersifat fisik.
1.1. Karena
sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami
kelemahan fisiknya sehingga syaraf sensoris dan motorisnya lemah, akhirnya
rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak .
1.2. Karena
cacat tubuh.
Cacat tubuh dibedakan atas :
-
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pandangan,
kurang penglihatan, gangguan psikomotor.
-
Cacat tubuh yang serius, seperti buta, tuli biasa,
hilang tangan dan kakinya.
2) Sebab
yang bersifat psikis.
1.1. Intelegensia
Anak itu makin tinggi intelegansinya
akan semakin cerdas pula dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan. Intelegensi rendah atau lemah mental
(mental elevise), anak seperti inilah yang hanya mengalami kesulitan dalam belajarnya.
1.2. Bakat
Anak akan berkembang sesuai dengan
bakatnya. Bakat ini merupakan potensi atau kecapakan dasar yang dibawa sejak
lahir. Anak yang berbakat di bidang ilmu alam atau ilmu – ilmu eksak lainnya,
ia akan mudah mempelajari bidang tersebut.
1.3. Minat
Tidak ada seseorang anak terhadap suatu
pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Ada
tidaknya minat terhadap sesuatu pelajaran, lengkap tidaknya catatan,
memperhatikan garis miring tidaknya dalam pelajaran itu.
1.4. Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin)
berfungsi menimbulkan, mendasari mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam pencapaian tujuan sehingga semakin besar
motivasinya akan semakin besar kesuksesannya belajar.
1.5. Kesehatan
Mental
Hubungan kesehatan mental dengan belajar
adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan
hasil belajar yang baik, demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa
harga diri seseorang. Seseorang yang mengalami defisiensi mental akan cenderung
terhambat dalam perkembangan intelektual maupun kepribadiannya.
b. Faktor
Internal
1) Faktor
Keluarga
a) Faktor
Orang Tua
1.1. Cara
mendidik anak
Orang tua yang tidak atau kurang
memperhatikan pendidikan anak–anaknya mungkin acuh tak acuh, tidak
memperhatikan kemajuan anak–anaknya, akan menjadi penyebab kesulitan belajar
anaknya.
1.2. Hubungan
orang tua dan anak
Kasih elevi orang tua, perhatian atau
kekeluargaan kepada anak akan menimbulkan mental yang sehat bagi anak.
Contoh atau bimbingan dari orang tua.
Belajar memerlukan bimbingan dari orang
tua agar sifat dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh dari anak. Orang tua
yang sibuk bekerja, terlalu banyak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak
tidak mendapatkan pengawasan atau bimbingan dari orang tua, sehingga
kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.
1.3. Suasana
rumah atau keluarga
Suasana keluarga yang kurang tenang
atau sangat ramai, tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Anak akan
selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar.
1.4. Keadaan
ekonomi keluarga
Ekonomi yang kurang atau miskin akan
menimbulkan.
-
Kurangnya alat – alat belajar
-
Kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua.
-
Tidak mempunyai tempat belajar yang baik.
Sebaliknya ekonomi orang tua yang
berlebihan menimbulkan kesegeran belajar anak karena ia terlalu banyak bersenang–senang,
mungkin juga dimanjakan oleh orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar