c. Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi merupakan
pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan
pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi
geografi tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami,
yaitu (1) obyek
setudi geografi, dan (2) pendekatan geografi. Obyek studi geografi adalah
fenomena geosfere yang meliputi litosfer,
hidrosfer, biosfer, atmosfer dan antrophosfer.
Mendasarkan pada obyek material ini, geografi belum
dapat menunjukan entitas sebagai salah satu cabang disiplin ilmu. Sebab,
disiplin ilmu lain juga memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan
disiplin ilmu lain terletak pada pendekatannya.
Sejalan dengan hal itu Hagget (1983)
mengemukakan tiga pendekatan, yaitu (1) pendekatan keruangan, (2)
pendekatan kelingkungan, dan (3) pendekatan kompleks wilayah.
1). Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang
atau kerangka analisis yang menekankan
pada eksistensi ruang. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat
dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern),
dan proses (spatial processes)
(Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan
kenampakan struktur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen-elemen penbentuk
ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimpulkan dalam tiga bentuk utama, yaitu:
(1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk
ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut.
(1)
What?
Struktur ruang apa itu?
(2)
Where?
Dimana struktur ruang tesebut berada?
(3)
When?
Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
(4)
Why?
Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
(5)
How?
Bagaimana proses terbentukknya struktur
seperti itu?
(6)
Who
suffers what dan who benefits whats?
Bagaimana struktur keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa
untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan
dengan kepentingan manusia pada saat ini
dan akan datang.
Pola keruangan
berkenaan dengan distribusi
elemen-elemen pembentuk ruang. Penyebaran fenomena titik, garis, dan
areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri,
baik secara implisit maupun eksplisit (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster
linier pattern untuk kenampakan-kenampakan titik dapat
diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang (linier/axial/ribon);
kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan membulat
(rounded pattern), empat persegi
panjang (rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada.
Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka
selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan
berkenaan dengan perubahan
elemen-elemen pembentuk ruang. Analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal
dimension). Dalam hal ini minimal harus
ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar
analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat
dicontohkan sebagai berikut.
“....belakangan sering dijumpai banjir dan tanah
longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang.
Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan
keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara
mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto
tersebut. Pada tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan
kawasan hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi
fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu,
pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik
kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona berdasarkan
kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai, landai, dan datar.
Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan
yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk
konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi
kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat
dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian
pada zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup.
Karakteristik penduduk di wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari.
Misalnya jenis mata pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang
dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk
pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat. Jenis
tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya,
dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan
intergrasi antara kondisi alam dan manusia di situ untuk memecahkan
permasalahan banjir dan tanah longsor.
2). Pendekatan Kelingkungan
Dalam pendekatan
ini
penekanannya bukan lagi pada eksistensi
ruang, namun pada keterkaitan
antara fenomena geosfera
tertentu dengan varaibel
lingkungan yang ada. Dalam pendekatan
kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi
harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya terliput
fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan
lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup
lingkungan geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua
aspek, yaitu lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena (phenomena environment). Lingkungan
perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan
kesadaran lingkungan. Ada dua aspek penting dalam pengembangan
nilai dan gagasan geografi, yaitu
lingkungan budaya gagasan-gagasan
geografi, dan proses sosial ekonomi
dan perubahan nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting
adalah perubahan pengetahuan
lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik
tindakan manusia dan fenomena alam.
Relic fisik tindakan manusia mencakup
penempatan urutan lingkungan dan
manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup
produk dan proses organik termasuk
penduduk dan produk dan proses
anorganik.
Studi mandalam
mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada
wilayah formal dengan variabel lingkungan inilah yang kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan
geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat
dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor
di Ngroto Pujon Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan
dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi
fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi
itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis
tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup di lokasi itu. (2)
mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku masyarakat setempat dalam
mengelola alam di kokasi tersebut. (3) mengidentifikasi sistem budidaya yang
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan
sebagainya). (4) menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan
dampak yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan
yang terjadi.
3). Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak
hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen
di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan.
Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor
determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan memberikan
analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan secara lebih luas dan
kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu
alternatif dengan menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu
merupakan kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua.
Oleh karena sorotan wilayahnya
sebagai obyek bersifat multivariate,
maka kajian bersifat hirisontal dan
vertikal. Kajian horisontal
merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang
bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain
telah menciptakan hubungan fungsional
antara unit-unit wilayah sehingga
tercipta suatu wilayah, sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya
membutuhkan pendekatan yang multivariate
juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah
dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana
memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks,
melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah
itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut. (1) menerapkan pendekatan
keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama. (2) menerapkan
pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua. (3)
menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di
kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar