Senin, 23 Februari 2015

Pengertian Media - Adisa SMAN 6 Madiun



1.      Pengertian Media Pembelajaran
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses komunikasi antara guru dan siswa. Guru di dalam proses komunikasi berperan sebagai komunikator yang akan menyampaikan pesan / informasi pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran.

Media pembelajaran adalah “Segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk menyalurkan informasi atau pesan dalam proses belajar mengajar, sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian, minat para siswa, dan dapat memperdalam serta memperluas pemahaman    siswa“ (Isbani, 1986 : 10).
National Education Association (NEA) yang dikutip Isbani                (1986 : 9) media pembelajaran adalah : “Segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, dan dapat berbicara, beserta instrumen yang mendukung kegiatan tersebut“.
Ahli lain menyatakan media pembelajaran adalah “ segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar “ (Ibrahim dan Syaodih, 1992/1993 : 78).
Secara harfiah, media berarti perantara yang berfungsi untuk memperlancar proses komunikasi. Media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari kata medium. Menurut Martein dan Bridge                      (1986 : 2) media mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa. Ini bisa berupa perangkat keras dan lunak, seperti Notebook/Labtop, OHP, buku, komputer, televisi, video, tape recorder, slide, model, gambar, dan lainnya.
Menurut Reiser dan Gagne yang dikutip Munandir (2001 : 181) media pembelajaran adalah segala sesuatu cara yang berupa sarana fisik untuk memberikan rangsangan kepada siswa pada situasi pembelajaran. Definisi media sangat luas mencakup bahan cetak, rekaman audio dan vidio, program teve, program radio, tulisan guru di papan tulis, gambar, komputer interaktif, acara latihan, permainan, sandiwara, berbagai metode mengajar, dan gerak–gerik guru atau disebut media model, buku serta Notebook/Labtop. Keseluruhan media tersebut membentuk situasi pembelajaran yang ditandai adanya komunikasi interaktif antara guru dengan sekelompok siswa baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas.
Banyaknya ahli yang memberikan batasan tentang media pembelajaran, AECT misalnya, mengatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Senada dengan itu, Brings mengartikan media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.
Dari beberapa definisi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan sarana atau berbagai alat fisik yang digunakan untuk memperlancar komunikasi antara guru dengan sekelompok siswa pada situasi pembelajaran, dengan maksud untuk memperjelas atau mempermudah proses penerimaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Berdasarkan kesimpulan itu, jelas bahwa media pembelajaran harus dapat berfungsi untuk memperjelas penyampaian materi pelajaran kepada para siswa.. artinya sekelompok siswa yang aktif mengikuti pembelajaran dengan mudah dapat mengerti dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

2.      Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran
Tujuan penggunaan media pembelajaran bukan sebagai alat bantu semata dalam proses belajar mengajar, tetapi juga dapat memberikan pengalaman yang konkrit dalam berpikir lebih–lebih terhadap anak tuna grahita akan dapat meningkatkan motivasi perhatian dan minat belajar sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.
Tujuan penggunaan media pembelajaran yang disebutkan oleh Winataputra, dkk.  (1997 : 5.8) adalah :
a.      Sebagai sarana bantu untuk meningkatkan belajar mengajar yang efektif.
b.      Mempercepat proses belajar, artinya siswa dapat menangkap bahan ajar dengan mudah dan jelas.
c.       Untuk meningkatkan kualitas proses belajar artinya hasil belajar siswa memiliki nilai tinggi.
d.      Untuk meletakkan dasar yang konkrit dalam berfikir, artinya dapat membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit.

Tujuan penggunaan media pembelajaran yang disebutkan ahli di atas dapat disimpulkan pengertiannya bahwa media pembelajaran dalam proses belajar disamping alat bantu penyampaian informasi materi pembelajaran dapat diterima dengan jelas juga mewujudkan situasi proses belajar yang efektif dan efisien.
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu : (1) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. (2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. (3) Proses pembelajaran akan lebih interaktif. (4) efisien dalam waktu dan tenaga. (5) meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. (6) media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja kapan saja. (7) media dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar. (8) merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi akan dapat meningkatkan sikap pasif siswa. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk (1) menimbulkan kegairahan belajar, (2) meningkatkan intensitas interaksi yang sedang berlangsung antara siswa dengan lingkungan, dan (3) memungkinkan siswa dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Selanjutnya Depdikbud (1997 : 6) menyatakan penggunaan media dalam proses belajar mengajar bertujuan (1) memberikan rangsangan kepada media akan lebih menarik bagi peserta didik, dan (2) tidak terjadi verbalisme, karena siswa dapat melihat, mendengar, dan menghayati materi pembelajaran.
Berdasarkan pendapat dan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan media pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan gairah belajar siswa, (2) memperjelas proses transformasi dan pembelajaran, (3) menghindari perilaku verbalisme dalam pembelajaran, dan (4) mengembangkan partisipasi siswa dalam pembelajaran untuk memperoleh prestasi belajar sesuai dengan potensi siswa.


3.      Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling sederhana dan murah hingga yang media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi oleh pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran.
Meskipun media banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang bisa digunakan oleh guru di sekolah. Beberapa media yang akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak ( buku ) dan papan tulis.
Ada berbagai cara dan sudut pandang untuk menggolong– golongkan jenis media. Rudy Bretz (1971), misalnya mengidentifikasi jenis–jenis media berdasarkan tiga unsur pokok, yaitu : suara, visual dan gerak.
Berdasarkan tiga unsur tersebut, Bretz mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok, yaitu :
1)      Media audio
2)      Media cetak
3)      Media visual diam
4)      Media visual gerak
5)      Media audio semi gerak
6)      Media semi gerak
7)      Media audio visual diam
8)      Media audio visual gerak
Andreson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sebagai berikut :

No

Golongan Media
Contoh dalam Pembelajaran
1
Audio
Kaset audio, siaran radio, telepon
2
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3
Audio – cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4
Proyeksi visual diam
Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)
5
Proyeksi audio visual diam
Film bingkai (slide) bersuara
6
Visual gerak
Film bisu
7
Audio visual gerak
Film gerak bersuara, vidio/VCD, televisi
8
Obyek fisik
Benda nyata, model, spesimen
9
Manusia dan lingkungan
Guru, pustakawan, laboran
10
Komputer
CAI (pembelajaran berbantuan komputer)
CBI (pembelajaran berbasis komputer)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dimengerti bahwa media pembelajaran terdiri dari berbagai jenis, yang kesemuanya itu dimaksudkan agar pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif. Efektifitas pembelajaran dapat didasarkan pada adanya perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran, misalnya siswa dapat mendefinisikan konsep, menyebutkan kaidah, memahami dan mengaplikasikan teori–teori yang telah dipelajari.
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels & Glassgow (1990 : 181–183) dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisionil dan pilihan media teknologi mutakhir.
1)      Pilihan Media Tradisionil
a.       Visual diam yang diproyeksikan
-         Proyeksi apaque (tak tembus pandang)
-         Proyeksi overhead
-         Slide
-         Filmstrips
b.      Visual yang tak diproyeksikan
-         Gambar, poster
-         Foto
-         Charts, grafik, diagram
c.       Audio
-         Rekaman piringan
-         Pita kaset, reel, cartridge
d.      Penyajian Multimedia
-         Slide plus suara (tape)
-         Multi - image
e.       Visual dinamis yang diproyeksikan
-         Film
-         Televisi
-         Video
f.        Cetak
-         Buku teks
-         Modul, teks terprogram
-         Workbook
-         Majalah ilmiah, berkala
-         Lembaran lepas (hand–out)
g.       Permainan
-         Teka–teki
-         Simulasi
-         Permainan papan
h.       Realita
-         Model
-         Specimen (contoh)
-         Manipulatif (peta, boneka)
2)      Pilihan Media Teknologi Mutakhir
a.       Media berbasis telekomunikasi
-         Telekonferen
-         Kuliah jarak jauh
b.      Media berbasis Mikroprosesor
-         Computer-assisted instruction
-         Permainan komputer
-         System tutor intelijen
-         Interaktif
-         Hipermedia
-         Compact (video) disc

4.      Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Berbagai   macam   media   pembelajaran   yang   berbeda    beda
menyebabkan guru dalam menggunakan media pembelajaran perlu menentukan kriteria pemilihan media pembelajaran.
Isbani (1986 : 49–50) menyatakan kriteria pemilihan media pembelajaran sebagai berikut :
a.       Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
b.      Ketepatgunaan / fungsionalisasi
c.       Besar kecilnya jumlah siswa
d.      Fasilitas yang tersedia
e.       Sesuai dengan ketrampilan guru
f.        Murah praktis dan ekonomis
g.       Dapat menggambarkan benda aslinya
Kriteria pemilihan media pembelajaran di atas telah disesuaikan dengan media pembelajaran Notebook/Laptop dan buku teks yang digunakan dalam penelitian antara lain sesuai dengan tujuan pokok bahasan yang ingin dicapai, memanfaatkan fasilitas yang sudah ada dengan keterampilan dan kemampuan guru yang dapat menggambarkan benda aslinya. Keuntungan dan manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton secara praktis media pembelajaran Notebook/ Labtop dan buku teks adalah : “ (a) media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit, (b) media dapat untuk mengatasi kendala dalam melaksanakan proses pembelajaran, (c) media dapat untuk mengatasi keterbatasan indera manusia, (d) mudah disimpan, (Aristo Rahadi, 2004 : 15).

5.      Media Berbasis Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi infomasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit (Azhar  Asyad : 2005 : 53).
Pemanfaatan komputer untuk pendidikan yang dikenal sering dinamakan pembelajaran dengan bantuan komputer (CAI) dikembangkan dalam beberapa format, antara lain drills and practise, tutorial, simulasi permainan dan discovery. Komputer telah digunakan untuk mengadministrasikan tes dan pengolahan administrasi sekolah.
Berikut ini dikemukakan beberapa kekuatan dan keterbatasan komputer yang digunakan untuk tujuan–tujuan pendidikan.
Keuntungan
1)       Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan program yang digunakan.
2)       Komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratoriu atau simulasi karena tersedia animasi grafik, warna dan musik yang dapat menambah realisme.
3)       Kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya. Dengan kata lain, komputer dapat berinteraksi dengan siswa secara perorangan misalnya dengan bertanya dan menilai jawaban.
4)       Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran memberi kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perorangan dan perkembangann setiap siswa selalu dapat dipantau.
5)       Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan, peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain–lain dengan program pengendalian dari komputer.
Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber–sumber yang berbasis mikro-prosesor. Pengaruh antara media yang dihasilkan oleh teknologi berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya adalah karena informasi/materi disampaikan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Pada dasarnya teknologi berbasis komputer menggunakan layar kaca untuk menyajikan informasi kepada siswa. Berbagai jenis aplikasi teknologi berbasis komputer dalam pembelajaran umumnya dikenal sebagai Computer-assited instruction          (pembelajaran dengan bantuan komputer). Aplikasi tersebut apabila dilihat cara penyajian dan tujuan yang ingin dicapai meliputi Tutorial (penyajian materi pelajaran secara bertahap), drills and practice (latihan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang baru dipelajari ), dan basis data (sumber yang dapat membantu siswa menambah informasi dan pengetahuannya sesuai dengan keinginan masing–masing). Adapun ciri utama teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut :
a.       Dapat digunakan secara acak, sekuensial, secara linear
b.      Dapat digunakan sesuai dengan keinginan siswa, bukan saja dengan cara yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya.
c.       Gagasan–gagasan sering disajikan secara realistic dalam konteks pengalaman siswa, menurut apa yang relevan dengan siswa, dan di bawah pengendalian siswa.
d.      Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan penggunaan pelajaran.
e.       Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif sehingga pengetahuan dikuasai jika pelajaran itu digunakan.
f.        Bahan–bahan pelajaran melibatkan banyak interaktivitas siswa.
g.       Bahan–bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai sumber.

6.      Media Buku Teks
Menurut Hamalik (1989 : 12) buku teks adalah cetakan atau bacaan yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru, dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1984 : 43) yang dimaksud buku teks yaitu buku-buku yang merupakan bahan-bahan pelajaran yang telah ditentukan dan telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Buku teks merupakan sarana yang penting bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran karena dengan buku teks, para siswa dapat belajar sendiri dan dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Tujuan utama penggunaan buku teks atau buku pelajaran sebagai media ialah sebagai bahan untuk membantu siswa dalam mempelajari mata pelajaran.
Muatan isi buku teks bukan hanya merupakan jawaban pemecahan masalah, akan tetapi harus merupakan hasil penyusunan yang betul-betul menarik bagi para pembaca. Dalam pemilihan buku teks seorang guru hendaknya memeriksa isinya apakah ada kesesuaian antara kurikulum dan tujuan pembelajaran yang disampaikan. Menurut Qomarudin, (1993 : 30) bahwa buku teks yang digunakan dalam mata pelajaran merupakan suatu obyek atau pelajaran biasanya yang berisi penyajian suatu subyek yang teratur, disertai dengan pertanyaan-pertanyaan dan latihan-latihan serta petunjuk pembelajaran yang bertujuan memaksimalkan proses transformasi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pendapat dan uraian di atas, maka jelas bahwa buku teks sebagai media akan dapat memudahkan siswa melakukan kegiatan belajar, sehingga ia dapat mencapai hasil belajar secara maksimal.

B.     Prestasi Belajar Siswa

1.      Pengertian Belajar
Seseorang yang belum mengerti menjadi mengerti dan belum bisa menjadi bisa harus melalui proses yang melibatkan seluruh aktivitas mental / psikis yakni dengan belajar.
Belajar adalah “ suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap “ ( Winkel yang dikutip Mandalika dkk, 1995 : 24 ).
Sam Isbani dan Sardjono menyatakan belajar adalah : “….. sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Perubahan itu tidak hanya mengenal jumlah pengetahuan melainkan juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan, minat dan penyesuaian diri, atau berbentuk segala aspek organisme atau pribadi seseorang “ (Isbani & Sardjono, 1985 : 30).
Ahli lain menyatakan pengertian belajar adalah : “ suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan / skill, kebiasaan atau sikap “ (Winataputra yang mengutip Winkel, 1997 : 5.15). Pengertian belajar yang dinyatakan di atas dapat disimpulkan, belajar merupakan proses aktivitas fisik dan psikis dengan ditandainya perubahan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap ke arah yang positif pada diri pembelajar. Dalam tesis ini individu yang menjadi obyek penelitian. Setelah melakukan belajar dapat menghasilkan perubahan penguasaan pengetahuan dalam pencapaian prestasi belajar yang positif / hasil belajar yang baik.
Menurut Munandir (2001 : 20) belajar merupakan perbuatan yang paling banyak dilakukan orang. Perbuatan ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, seperti belajar di tempat rekreasi, belajar di sekolah, belajar di rumah, bahkan belajar yang dilakukan seseorang ketika ia naik kendaraan bermotor (bus, kereta api, pesawat udara) dalam perjalanan menuju ke suatu tempat tertentu. Singkatnya, aktivitas belajar tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.
Di kalangan masyarakat umum dan awam, belajar diartikan monopoli perbuatan anak sekolah dan pengertiannya mengacu ke kegiatan anak tersebut di sekolah. Pada umumnya para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat bahwa belajar adalah aktivitas yang mengacu ke terjadinya perubahan dalam diri seseorang, yaitu perubahan tingkah laku melalui pengalaman, dan bukan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh faktor kematangan, kecelakaan, bencana alam, atau faktor-faktor lain di luar perencanaan manusia.
Selanjutnya Maltby, dkk (1995 : 219) mendefinisikan belajar (learning) is the process by which an organism changes its behaviour as a result of experience. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi di dalam diri seseorang individu sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Hergenhahn dan Olson (1997 : 2) belajar (learning to gain knowledge, comprehension, or mastery through experience or study. Aktivitas belajar dimaksudkan untuk memperoleh penambahan pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui pengalaman dan aktivitas yang direncanakan.
Berdasarkan pendapat dan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan definisi belajar, yaitu : (1) Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang berupa perolehan pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), atau penguasaan (mastery) terhadap sesuatu materi / bahan pelajaran melalui pengalaman atau interaksi dengan lingkungan. Disebut proses artinya kegiatan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor seperti potensi siswa, lingkungan siswa, penggunaan metode belajar dan media. (2) Perubahan tingkah laku tersebut bukan semata-mata sebagai hasil kematangan proses pertumbuhan atau faktor yang tidak disengaja. Ini artinya hasil belajar diperoleh melalui proses yang disengaja atau disadari, artinya seorang siswa sadar bahwa dirinya melakukan aktivitas belajar di sekolah.               (3) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar bersifat relatif permanen karena dapat disimpan di dalam ingatan (memory). Pengetahuan, pemahaman dan penguasaan tentang sesuatu materi pelajaran dapat disimpan oleh siswa di dalam ingatannya, yang setiap saat dapat ditayangkan kembali (retrievel), sehingga menjadi miliknya (self knowledge).

2.      Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai siswa menurut kemampuannya setelah ia melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 700) prestasi menunjuk pada hasil yang telah dicapai setelah seseorang melakukan atau mengerjakan suatu aktivitas. Aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dapat mencakup pada berbagai bidang kehidupan, di antaranya adalah aktivitas belajar. Kemampuan seseorang siswa untuk melakukan aktivitas belajar akan mempengaruhi prestasi yang dicapai. Artinya bila seorang siswa memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan aktivitas belajar, maka ia akan dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi, dan sebaliknya jika siswa tersebut kemampuan belajarnya rendah sehingga ia tidak mampu melakukan aktivitas belajar dalam kadar tinggi maka prestasi belajarnya diprediksikan rendah.
Menurut Suryabrata yang dikutip Muhari (1983 : 25) prestasi belajar adalah hasil belajar terakhir yang dicapai sebaik-baiknya dalam jangka waktu tertentu di sekolah. Soemarsono (1986 : 18) memberikan definisi prestasi belajar adalah suatu nilai yang mewujudkan hasil belajar siswa yang dicapai menurut kemampuannya dalam mengerjakan tugas pada saat tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa :
(1) Prestasi belajar merupakan wujud hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah ia melakukan aktivitas belajar di sekolah. (2) Hasil belajar tersebut dicapai siswa menurut kemampuannya, yang mencakup kemampuan intelektual maupun kemampuan nonintelektual. (3) Usaha belajar siswa merupakan proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya penggunaan media yang relevan terhadap keunikan siswa dan lingkungan belajar. (4) Untuk mengetahui hasil belajar siswa di sekolah dilakukan evaluasi belajar.

3.      Pengertian Antropologi
Secara Etimologis, kata antropologi muncul sejak abad ke – 15 dari bahasa Yunani. Antroos yang berarti manusia dan Logogs yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman makluk manusia beserta kebudayaannya. Dan secara harafiyah antropologi berarti ilmu atau studi tentang manusia. Antropologi mempelajari manusia sebagai makluk biologis dan sebagai makluk social.
Agar lebih jelas antropologi diartikan menurut para tokoh ilmuwan antropologi antara lain :
a.      Keesing (1981)
Antropologi adalah kajian tentang manusia.
b.      Haviland (1985)
Antropologi adalah studi tentang manusia dan perilakunya dan melaluinya diperoleh pengertian lengkap tentang keanekaragaman manusia.
c.       Kamus Antropologi oleh Ariyono Suyono (1985)
Antropologi diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta kebudayaannya.
d.      Koentjaraningrat (1990)
Ilmu antropologi memperhatikan lima masalah mengenai makhluk manusia yaitu :
1.      Masalah perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2.      Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri – ciri tubuhnya.
3.      Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia.
4.      Masalah persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.

4.      Tujuan–tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran antropologi :
a.       Mengetahui kondisi sosial budaya dari suatu masyarakat.
b.      Dapat membandingkan antara kondisi sosial budaya satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
c.       Dapat menarik garis umum yang dimiliki dari beberapa masyarakat atau bahkan dari seluruh masyarakat yang ada di muka bumi.
d.      Memiliki wawasan yang lebih luas sehingga membantu proses penyesuaian dengan berbagai masyarakat tersebut.
e.       Menumbuhkan rasa toleransi antar ras, suku maupun agama yang berbeda–beda sehingga dapat menghindari adanya konflik sosial pada masyarakat yang majemuk seperti pada masyarakat Indonesia ini.
Dari pendapat tersebut, maka penulis menarik suatu pengertian bahwa tujuan dari mempelajari Antropologi antara lain :
a.      Bidang Pengetahuan
1)       Siswa memiliki pengetahuan dan pengertian antropologi untuk menghadapi studi lebih lanjut maupun dalam pemakaian praktis dalam mata pelajaran lebih lanjut dalam kehidupan sehari–hari.
2)       Siswa memahami hubungan–hubungan, bagian–bagian dari Antropologi.
b.      Bidang Ketrampilan
1)       Siswa memiliki ketrampilan menyelesaikan soal–soal antropologi yang berhubungan dengan kehidupan sehari–hari.
2)       Siswa terampil dalam menggunakan pengetahuan antropologi guna menunjang mata pelajaran yang lainnya.
3)       Siswa memiliki ketrampilan menggunakan dan memahami alat–alat, senjata, alat mata pencaharian setiap suku bangsa yang ada di muka bumi ini yang khususnya bangsa Indonesia.
4)       Siswa memiliki pengetahuan membuat analisa, sintesa, dan membuat kesimpulan.
c.       Nilai dan Sikap
1)       Siswa memahami pentingnya tabel–tabel, diagram dan yang kompeten pada suku bangsa.
2)       Siswa menghargai meresapi keindahan konsep–konsep struktur dalam pelajaran Antropologi.
d.      Materi
Di dalam garis–garis besar program pelajaran (GBPP) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa materi pokok pelajaran antropologi kelas III Sekolah Menengah Umum adalah sebagai berikut untuk pelajaran antropologi pokok bahasan :
1)       Dampak Pembangunan terhadap Budaya Suku Bangsa
Menganalisa dampak pembangunan nasional terhadap budaya suku bangsa (budaya daerah) di Indonesia secara antropologis.
2)       Manusia dan Pembangunan Kebudayaan Indonesia
Mengenali dan menganalisis masalah aktual “ Ciri–ciri manusia Indonesia dan pembangunan kebudayaan Indonesia.
e.       Alat Pendidikan Antropologi
Dalam pendidikan untuk mata pelajaran antropologi banyak memerlukan alat–alat / media belajar dapat yang digunakan untuk mengajar. Alat–alat pembantu meliputi : gambar, bahan, grafik, kertas grafik dan sebagainya. Dapat pula merupakan alat–alat perlengkapan dan bahan harus tersedia sebelum pelajaran dimulai, maka perlu sekali memikirkan dengan sebaik–baiknya alat dan bahan apa yang diperlukan di dalam pelajaran itu.
f.        Evaluasi Pendidikan Antropologi
Pada akhir suatu pelajaran sebaiknya guru mengadakan evaluasi atas hasil yang telah dicapainya. Evaluasi ini berupa pertanyaan– pertanyaan itu lebih terarah. Dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan ini ada hubungannya dengan hal–hal yang telah diajarkan waktu itu. Guru dapat dinilai sampai dimana telah berhasil mencapai tujuan–tujuannya. Evaluasi pengajaran fisika dengan mengadakan tes formatif, tes sumatif, tugas kurikuler. Dari hasil tes itu kemudian hasilnya dirata–rata. Hasilnya merupakan hasil nilai akhir dan dimasukkan dalam nilai ulangan harian.

5.      Tujuan Belajar
Tujuan belajar berupa adanya perubahan-perubahan tingkah laku individu yang belajar. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa kawasan psikologis yang terwujud dalam tingkah laku belajar.
Perubahan ranah psikologis sebagai tujuan belajar dapat digolongkan menjadi tiga klasifikasi, yakni :
a.       Ranah (matra) kognitif
b.      Ranah (matra) afektif
c.       Ranah (matra) psikomotor  (Mandalika dkk, 1995 : 25-26).
Pada ranah (matra) kognitif disesuaikan dengan kemampuan siswa tunagrahita, maka aspek berpikir hanya pada tingkat pengetahuan/ingatan pemahaman dan penerapan/aplikasi. Ranah (matra) psikomotor yang berkaitan dengan aspek ketrampilan gerak/motorik dicapai pada tingkat kemauan siswa menerima / resepsi dan kemauan menanggapi pada respon yang dilihatnya. Sedangkan pada ranah (matra) afektif yang dicapai hanya pada penerimaan dan menaruh perhatian pada nilai-nilai tertentu.
Berbagai ranah psikologis sebagai tujuan belajar pada dasarnya adalah adanya perubahan aspek psikologis individu yang belajar sesuai dengan bentuk tingkah laku atau bidang yang ingin dicapai. Sesuai dengan judul skripsi yang diajukan maka tujuan belajar yang ingin dicapai ialah prestasi belajar.
Nurkancana menyatakan prestasi belajar adalah “Output dari proses kegiatan belajar. Hasil belajar dalam pendidikan biasanya dinyatakan dalam lambang angka. Angka yang diperoleh dari kegiatan belajar inilah yang selanjutnya hasil belajar atau prestasi belajar” (Nurkancana, 1986 : 50).
Pendapat lain yang senada dinyatakan Tirtonegoro prestasi belajar adalah “Penilaian hasil usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu’ (Tirtonegoro, 1984 : 42).
Kedua pendapat tentang prestasi belajar / hasil belajar di atas dapat disimpulkan, prestasi belajar/hasil belajar adalah penilaian hasil usaha dari individu setelah melakukan proses kegiatan belajar, yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf maupun kalimat. Dalam skripsi ini prestasi belajar antropologi yang dimaksud, yakni prestasi belajar yang diberikan pada individu yang menjadi obyek penelitian dinyatakan dalam bentuk lambang angka berupa nilai pretes dan postes.
Soemanto (1998 : 113) menyatakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor stimuli belajar, faktor-faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual. Faktor stimuli belajar mencakup; penggunaan media, karakteristik bahan pelajaran, seperti panjangnya bahan pelajaran, sulitnya bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, dan berat ringannya tugas untuk mengkaji bahan pelajaran. Faktor metode mencakup; kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan drill, resitasi selama belajar, dan belajar dengan keseluruhan serta belajar dengan bagian-bagian, sedangkan faktor individual mencakup, motivasi, pengalaman, dan kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Selanjutnya Soekamto dan Winataputra (1997 : 38) mengemukakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh faktor kemampuan, motivasi, perhatian, persepsi, pemrosesan informasi yang mencakup ingatan, lupa, retensi, dan transfer. Menurut pendapat ini, peranan media pembelajaran adalah meningkatkan kualitas proses transformasi dalam mewujudkan hasil belajar yang maksimal.
Sejalan dengan pendapat di atas, Suryabrata (1990 : 249) mengemukakan bahwa kegiatan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari luar diri siswa dan maupun yang bersumber dari dalam diri siswa. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa mencakup; faktor nonsosial dan sosial, faktor yang bersumber dari diri siswa adalah faktor psikologis dan faktor fisiologis. Faktor nonsosial dan sosial berkaitan dengan stimuli belajar, di antaranya adalah penggunaan media pembelajaran.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses belajar siswa di antaranya adalah faktor stimuli di antaranya penggunaan media buku teks dan Notebook/Labtop. Penggunaan media harus disesuaikan dengan keunikan dan perhatian siswa, sehingga dalam penelitian ini faktor penggunaan media buku teks divariasikan dengan media Notebook/Labtop untuk meningkatkan perhatian (atensi) siswa dalam melakukan aktivitas belajar. Semakin meningkatkan kadar perhatian siswa diharapkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran semakin maksimal, yang akhirnya dapat ditingkatkan prestasi belajarnya.

6.      Teori – teori Belajar
Setiap teori belajar senantiasa berusaha memahami masalah belajar
dari dimensinya masing-masing. Teori belajar tersebut antara lain :
a.      Teori Belajar Menurut Psikologi Kekuatan Mental
Pada teori ini ada tiga psikologi belajar yang berpengaruh dalam pelaksanaan pengajaran yaitu, psikologi daya, psikologi tanggapan, dan psikologi naturalisme romantik.
Pandangan ahli pada teori ini individu / siswa memiliki sejumlah daya seperti mengindera, mengenal, mengingat dan sebagainya serta menyimpan tanggapan pada kesadaran individu pada setiap pengalaman yang diterima melalui penglihatan dan pendengaran, sehingga potensi berpikir atau kekuatan yang masih terpendam dapat dikembangkan melalui laithan-latihan seperti latihan benda, gambar, bunyi dan suara.
b.      Teori Belajar Menurut Psikologi Behaviourisme
Pada teori ini menekankan pada tingkah laku individu dari hubungan antara stimulus-respon yang sebanyak-banyaknya. Dengan demikian belajar merupakan mengkondisikan individu terhadap stimulus-respon sehingga terjadi kebiasaan perilaku yang dikerjakan dengan berulang-ulang. Yang termasuk teori belajar behavior adalah psikologi asosiasi, conditioning, dan operant conditioning.

c.       Teori Belajar Menurut Psikologi Kognitas Gestalt
Individu belajar merupakan keseluruhan yang terpadu untuk itu belajar harus dimulai dari keseluruhan baru kemudian pada bagian-bagian yang masih mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Pada teori ini menekankan pada individu untuk menemukan insight dengan cara-cara mencari dan menemukan pengetahuan sendiri. Sehingga bahan dan tugas harus disesuaikan dengan kemampuan siswa di samping strategi belajar dan media pembelajaran yang sesuai guna meningkatkan upaya belajar siswa.
Berbagai teori belajar yang telah diuraikan dapat ditarik simpulan, bahwa individu/siswa dalam belajar mempunyai kekuatan dan kemampuan, tingkah laku dan insight yang perlu dikembangkan/ ditingkatkan melalui latihan-latihan (pengalaman), melalui stimulasi-respons ataupun mencari dan menemukan pengetahuan sendiri.
Pendekatan belajar bagi individu obyek penelitian dalam skripsi ini menggunakan teori belajar psikologi kekuatan mental, Psikologi Behaviorisme dan Psikologi Medan, dengan cara memberikan stimulus-respons, bahan dan tugas yang disesuaikan dengan kemampuan siswa.

d.      Teori Belajar dalam Aliran Tingkah Laku
Menurut teori belajar dalam aliran tingkah laku (behaviouristic), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Menurut Thorndike yang dikutip Hergenhahn dan Olson (1997 : 57) mengemukakan theory is called correctionism, the connection refered to being the neural connection between stimuli (S) and responses (R). Menurut pandangan Thorndike, salah satu pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus seperti materi pelajaran dengan respon yang bisa berupa pendapat / pikiran siswa, perasaan dan atau gerakan / keterampilan siswa. Jelasnya menurut teori Thorndike, perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil belajar boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) dan sesuatu yang tidak konkret (tidak bisa diamati).
Watson sebagai salah satu pelopor teori tingkah laku menyatakan bahwa stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable) saja, namun dalam pandangan beberapa ahli pada aliran ini, stimulus dan respon mencakup banyak variabel misalnya menurut Hull yang dikutip Irawan, dkk (1997 : 4) stimulus dikaitkan dengan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis, sedangkan menurut Guthrie yang juga dikutip Irawan, dkk (1997 : 4) stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan biologis saja yang penting hubungan antara stimulus dan respon yang sering agar hubungan itu menjadi lebih kuat yang menimbulkan respon cenderung bersifat sementara, karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih kuat yang menimbulkan respon semakin kuat dan bahkan menjadi kebiasaan seperti kebiasaan membaca buku, kebiasaan berdiskusi, dan masih banyak yang lain.
Selanjutnya menurut Skinner yang dikutip Hergenhahn and Olson (1997 : 79) mengemukakan bahwa distinguished two kinds of behavior : respondent behaviour, wich is elicited by known stimulus, and oprerant behavior, which is not elicited by a known stimulus but is simply emitted by the organism. Ada dua tingkah laku menurut Skinner yaitu respondent behavior. Respondent behavior adalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu yang disebut eliciting stimuli, menimbulkan response-response yang relatif tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Operant behavior adalah tingkah laku yang timbul dan berkembangnya tidak diikuti oleh perangsang-perangsang yang relatif tetap, melainkan dirangsang oleh perangsang yang disebut reinforcing stimuli atau reinforce.
Robbins (1996 : 211) mengemukakan bahwa dalam teori penguatan, digunakan pendekatan keperilakuan (behavioristic) yang berargumentasi bahwa penguatlah yang mengkondisikan perilaku. Para teoritisi penguatan memandang perilaku disebabkan oleh lingkungan, bukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kognitif internal. Apa yang mengendalian perilaku adalah pemerkuat-pemerkuat (reinforcers) dengan diberikannya pemerkuat (reinforcer), diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku itu akan diulang.
Jadi jelas bahwa menurut teori penguatan tingkah laku seseorang siswa yang dikehendaki dapat dirangsang oleh pemberian penguatan (reinforcement). Salah satu bentuk penguatan adalah penggunaan media buku tes yang disertai media OHP transparansi, sehingga dengan bentuk penguatan itu diharapkan dapat merangsang aktivitas belajar siswa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan prestasi belajarnya.

e.       Teori belajar dalam aliran kognitif
Teori belajar dalam aliran kognitif lahir sebagai respon dari teori belajar dalam aliran tingkah laku yang dianggap tidak mampu menerangkan situasi belajar yang kompleks. Kita mengambil contoh suatu siswa mau belajar giat setelah diberi stimulus tertentu, tetapi karena satu hal tiba-tiba siswa tersebut tidak mau belajar lagi, padahal kepadanya sudah diberikan stimulus yang sama atau yang lebih baik daripada itu.
Menurut aliran kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh (Irawan, 1997 : 8). Menurut Piaget yang dikutip Irawan, dkk (1997 : 8) proses belajar terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Proses asilimasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif (cognitive Structures) yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget menjelaskan alur proses belajar seperti yang dikutip oleh Hergenhahn dan Olson (1997 : 284) mencakup proses stimuli lingkungan (physical environment), struktur kognitif (cognitive structures), persepsi (perception), asimilasi dan akomodasi (assimilation and accommodation). Katakanlah seorang siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjuamlahan (yang sudah ada dibenak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi. Jika siswa ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya tapi sekaligus, menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan (equilibrasi).
Termasuk teori belajar dalam aliran kognitif ialah teori Ausubel yang dikutip Irawan, dkk (1997 : 10 – 11), mengemukakan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur kemajuan (advance organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Menurut Bruner yang dikutip Soekamto dan Winataputra (1997 : 24) mengemukakan bahwa proses belajar melalui tiga tahap, pertama yaitu tahap enaktif, di mana siswa melakukan aktivitas untuk memahami lingkungan, kedua tahap ikonik, di mana siswa melihat dunia luar melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga ialah tahap simbolik, di mana siswa mempunyai gagasan-gagasan yang abstrak yang dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan  uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa menurut teori dalam aliran kognitif belajar berlangsung melalui proses perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang nampak saja, melainkan juga termasuk perubahan perilaku yang tidak nampak, misalnya berpikir, mengingat, dan proses memecahkan masalah di dalam pikiran.

7.      Faktor – faktor yang mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan proses yang kompleks melibatkan seluruh aktivitas fisik dan psikis, untuk itu keberhasilan belajar/prestasi belajar juga ikut dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni faktor yang datangnya dari dalam diri anak ataupun faktor yang datangnya dari luar diri anak .
Faktor Belajar tersebut antara lain :
a.       Kondisi fisiologis yaitu merupakan keadaan fisik dari siswa sendiri antara lain kondisi fisik siswa tidak terdapat kelainan yang akan dapat menggangu belajarnya.                                        
b.      Kondisi psikologis yaitu kondisi yang berkaitan dengan unsur intelektual antara lain intelegensi. Bagi siswa yang mempunyai intelegensi dibawah rata – rata tentu akan mengalami kesulitan dalam belajar sehingga prestasi belajarnya rendah, begitu sebaliknya dan unsur non intektual antara lain meliputi : bakat, minat, motivasi, untuk itu perlu sarana belajar yang dapat menarik minat dan motivasi belajar agar dapat siswa belajar dengan baik.
c.       Kondisi eksternal yaitu faktor mempengaruhi belajar yang berasal dari luar diri siswa meliputi :
1)       Motivasi.
2)       Bahan belajar.
3)       Suasana belajar.
4)       Media pembelajaran.
5)       Kondisi subyek yang belajar (Ibrahim dan Nana Syaodih S.,1992/1993 :23).
Dari uraian di atas disimpulkan faktor–faktor yang mempengaruhi belajar yakni faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (faktor internal), dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (faktor eksternal). Proposal tesis ini menggunakan media pembelajaran sebagai salah satu faktor belajar yang ikut mempengaruhi dari luar diri siswa (faktor eksternal).
Sebagian dari para ahli psykologi telah banyak yang membahas tentang masalah – masalah yang berhubungan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi belajar. Sudah barang tentu diantara pendapat-pendapat mereka ada sedikit Pengaruh yang tidak prinsipil.
Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah” menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu sebagai berkut :
a.         Faktor internal ialah faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi, termasuk fisik maupun mental atau psikofisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar.
b.         Faktor internal ialah faktor yang bersumber dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat alat-alat pelajaran yang tidak memadai dan lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah. (1983 : 30)
Sedangkan Soemadi Suryabroto mengklassifikasikan faktor-fator belajar sebagai berikut :
a.          Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar dan ini masih dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa elevise yang tetap ada yaitu :
1)      Faktor-faktor non sosial
2)      Faktor-faktor sosial
b.          Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar ini juga digolongkan  menjadi dua golongan yaitu :
1)      Faktor-faktor fisiologis.
2)      Faktor-faktor psykologis. (1983 : 31 –31).
Nana Sudjana dalam bukunya “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dalam diri luar siswa atau lingkungannya. Faktor yang terdapat pada dari diri siswa terutama kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. (1988 : 9).
Dari beberapa pendapat tersebut, maka penulis dapat menarik sesuatu kesimpulan/pengertian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar itu sebagai berikut :
a.       Faktor internal (faktor dari dalam individu) yang meliputi :
1.      Faktor fisiologis.
2.      Faktor psikologis.
b.      Faktor eksternal (faktor dari luar individu) yang meliputi :
1.      Faktor non sosial atau non human.
2.      Faktor sosial atau human.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a.       Faktor  Interrnal.
1)      Sebab yang bersifat fisik.
1.1.  Karena sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya sehingga syaraf sensoris dan motorisnya lemah, akhirnya rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak .
1.2.  Karena cacat tubuh.
Cacat tubuh dibedakan atas :
-         cacat tubuh yang ringan seperti kurang pandangan, kurang penglihatan, gangguan psikomotor.
-         Cacat tubuh yang serius, seperti buta, tuli biasa, hilang tangan dan kakinya.

2)      Sebab yang bersifat psikis.
1.1.  Intelegensia
Anak itu makin tinggi intelegansinya akan semakin cerdas pula dapat  menyelesaikan persoalan-persoalan. Intelegensi rendah atau lemah mental (mental elevise), anak seperti inilah yang hanya mengalami kesulitan dalam belajarnya.
1.2.  Bakat
Anak akan berkembang sesuai dengan bakatnya. Bakat ini merupakan potensi atau kecapakan dasar yang dibawa sejak lahir. Anak yang berbakat di bidang ilmu alam atau ilmu – ilmu eksak lainnya, ia akan mudah mempelajari bidang tersebut.
1.3.  Minat
Tidak ada seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Ada tidaknya minat terhadap sesuatu pelajaran, lengkap tidaknya catatan, memperhatikan garis miring tidaknya dalam pelajaran itu.
1.4.  Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam pencapaian tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesannya belajar.
1.5.  Kesehatan Mental
Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik, demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Seseorang yang mengalami defisiensi mental akan cenderung terhambat dalam perkembangan intelektual maupun kepribadiannya.
b.      Faktor Internal
1)      Faktor Keluarga
a)      Faktor Orang Tua
1.1.  Cara mendidik anak
Orang tua yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan anak–anaknya mungkin acuh tak acuh, tidak memperhatikan kemajuan anak–anaknya, akan menjadi penyebab kesulitan belajar anaknya.
1.2.  Hubungan orang tua dan anak
Kasih elevi orang tua, perhatian atau kekeluargaan kepada anak akan menimbulkan mental yang sehat bagi anak.
Contoh atau bimbingan dari orang tua.
Belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sifat dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh dari anak. Orang tua yang sibuk bekerja, terlalu banyak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak tidak mendapatkan pengawasan atau bimbingan dari orang tua, sehingga kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.
1.3.  Suasana rumah atau keluarga
Suasana keluarga yang kurang tenang atau sangat ramai, tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar.
1.4.  Keadaan ekonomi keluarga
Ekonomi yang kurang atau miskin akan menimbulkan.
-         Kurangnya alat – alat belajar
-         Kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua.
-         Tidak mempunyai tempat belajar yang baik.
Sebaliknya ekonomi orang tua yang berlebihan menimbulkan kesegeran belajar anak karena ia terlalu banyak bersenang–senang, mungkin juga dimanjakan oleh orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar