Senin, 16 Februari 2015

God Governance - Adisa SMAN 6 Madiun



Pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang  diciptakan bersama oleh unsure pemerintah, masyarakat dan sektor swasta (3 pilar governance). Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik perlu dibangun dialog dan komitmen bersama diantara pelaku – pelaku pembangunan (stake holders), agar semua pihak merasa memiliki tata
pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan / komitmen yang dilahirkan dari dialog ini maka tujuan pembangunan tidak akan tercapai. Karakteristik utama penyelenggaraan pengelolaan  pemerintahan yang baik (good governance) adalah bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat tidak semata – mata hanya menyandarkan pada pemerintah (goverment) atau Negara (State) saja, tetapi juga menyandarkan atau melibatkan seluruh element, baik yang ada di dalam maupun di luar birokrasi pemerintah. Elemen yang berada diluar birokrasi pemerintah yang harus dilibatkan adalah Sektor Swasta (Private Sector), dan masyarakat (society).
Nilai dan prinsip-prinsip utama Good Governance (GG) antara lain mencakup prinsip akuntanbilitas (accountability), demokrasi (democracy), partisipasi (participation), transparansi (transparancy), keterbukaan (openness) dan aturan hukum (rule of law), dll.
Sistem dan proses kebijakan publik yang didasari dan disemangati nilai – nilai kemanusiaan dan peradaban yang luhur serta diselenggarakan dengan mengindahkan nilai dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), merupakan sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan yang diharapkan dapat berkembang / diwujudkan dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut merupakan amanat para founding fathers Negara dan bangsa ini yang secara eksplisit terungkap dalam Pembukaan UUD 1945. Perubahan paradigmatik yang berorientasi pada terwujudnya good governance tersebut dilakukan sebagai koreksi terhadap kekeliruan masa lalu, yang secara umum berpangkal pada kurangnya konsistensi dalam memelihara dan menegakkan prinsip dan semangat yang telah disepakati bersama, sehingga melahirkan ketidakseimbangan antara posisi dan peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelengaraan negara dan pembangunan. Berkembangnya ketidakseimbangan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat tersebut untuk sebagian disebabkan oleh sistem politik dengan  kultur dan perilaku politik yang tenggelam dalam kehidupan demokrasi yang semu, yang ditandai dengan matinya oposisi, tabunya perbedaan pendapat, kontrol sosial tidak berjalan, kurang bermaknanya pelaksanaan fungsi pengawasan legislatif dan fungsional serta lemahnya penegakan hukum. Sebagian lainnya disebabkan oleh budaya dan etika birokrasi modern yang belum melembaga disertai ketidakseimbangan penghasilan dan keterbatasan kemampuan teknis dan manajerial, sehingga tidak memungkinkan berkembangnya GG dalam penyelenggraan negara dan pembangunan. Semua itu berujung pada krisis multi dimensi yang diderita Indonesia hingga awal     Abad 21 dewasa ini.
Nilai dan prinsip – prinsip GG tersebut diatas adalah menjadi pedoman perilaku dalam bersikap, berfikir, dan bertindak, baik secara individual dan kelompok maupun secara institusional, serta merupakan dasar acuan penyusunan kebijakan dalam membangun Indonesia baru, sebagai landasan perjuangan panjang dalam menghadapi tantangan – tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan good governance hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan (allaigment) peran – peran kekuasaan yang dimainkan  oleh 3 unsur pilar GG, yaitu :
-         Unsur I (State / Pemerintah) memainkan peran menjalankan roda pemerintahan dengan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif.
-         Unsur II ( Sektor Swasta / Private Sector) berperan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan.
-         Unsur III ( Masyarakat / Society) berperan menciptakan interaksi sosial, ekonomi dan politik.
Namun realita yang terjadi di Kotamadya Jakarta Utama (sebagai studi kasus), peran masyarakat ini, khusus masyarakat nelayan di pesisir utara cenderung dalam posisi yang lemah, kecil dan tidak berarti perannya, dikarenakan berbagai kendala baik kendala sosial budaya, teknik maupun ekonomi, baik dipandang dari sudut individu maupun ditinjau dari sudut kelembagaan petani (nelayan), yang berupa kelompok tani nelayan.
Untuk itu, demi perbaikan nasib dan kesejahteraan petani nelayan pesisir utara di Kotamadya Jakarta Utara perlu adanya kajian (studi kasus) tentang pemberdayaan kelembagaan petani nelayan dalam mewujudkan good governance di Kotamadya Jakarta Utara.
Dari kajian tersebut nantinya diharapkan dapat diciptakan perkembangan masyarakat yang sangat dinamis dengan tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik. Kedua perbaikan ini merupakan indikasi dari “empowering” yang dialami oleh masyarakat nelayan pesisir utara Kotamadya Jakarta Utara.

A.    Pokok Permasalahan Yang Dikaji

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalah dan isu-isu aktual di Jakarta Utara adalah sebagai berikut :
-         Rawan banjir, karena muara 13 sungai
-         Ketinggian muka tanah kurang sampai 2 meter di atas permukaan air laut rata-rata
-         Sampah di sungai dan di laut
-         Kemacetan lalu-lintas
-         Pemukiman kumuh dan pemukiman liar di bantaran kali/waduk di bawah jalan tol
-         Tingkat sosial-ekonomi masih rendah
-         Kesadaran masyarakat masih rendah
-         Tidak terintegrasinya pembangunan wilayah, karena banyak otorita yang memiliki kewenangan sendiri
Di samping hal tersebut, masih ada permasalah utama, yaitu :
1.     Bidang pembangunan, antara lain :
-         Hukum, ketentraman, ketertiban umum dan kesatuan bangsa
-         Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
-         Masih terjadi rawan konflik antar etnis
-         Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kehidupan berpolitik yang demokratis
2.     Bidang pemerintahan
-         Masih perlu ditingkatkannya pelayanan masyarakat melalui pemenuhan sarana dan prasarana yang lebih memadai
-         Aspek legalitas pertanahan yang masih belum merata dimiliki oleh masyarakat
3.     Bidang Ekonomi
-         Pedagang kaki lima (PKL)
Pertumbuhan usaha kaki lima pada satu sisi dapat menyalurkan pengangguran, namun pada sisi lain memunculkan kondisi kumuh dan kemacetan lalu lintas
-         Nelayan
Profesi nelayan masih membutuhkan fasilitas usaha, khususnya dalam bantuan pengadaan sarana usaha penangkapan ikan dan budi daya laut
-         Lembaga koperasi
Lembaga usaha koperasi sebagai wadah strategis dalam membangun ekonomi rakyat, msih kurng memperoleh penguatan dalam kapasitas SDM maupun manajemen usaha.
4.     Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan :
-         Sarana dan Prasarana sekolah berkurang kwalitasnya.
-         Anak – anak keluarga nelayan dan buruh industri kurang memperoleh kesempatan untjuk menamatkan wajib belajar 9 tahun.
Pelayanan Kesehatan :
-         Pelayanan Kesehatan masih kurang terjanhgkau oleh masyarakat prasejahtera.
-         Kebijakan dalam pelayanan masyarakat, khususnya pada tingkat kelurahan masih belum diketahui secara luas.
-         Sarana untuk operasi gawat darurat masih kurang memadai.
5.     Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Kependudukan :
-         Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenaii peraturan kependudukan dan catatan sipil.
Ketenagakerjaan :
-         Belum sesuai antara kemampuan/keahlian dengan kualifikasi kebutuhan tenaga kerja.
6.     Sosial Budaya
Peningkatan peran serta sosial masyarakat :
-         Masih perlu ditingkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan selaras dengan Undang – Undang Otonomi Daerah.
PSK ( Pekerja Seks Komersial )
-         Adanya kegiatan PSK diberbagai lokasi.
7.     SDA dalam lingkungan hidup.
Sampah :
-         Keterlambatan pengangkutan sampah karena kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, yang mengakibatkan polusi dan kekumuhan lingkungan kota, termasuk pada kawasan pantai.
-         RTH ( Ruang Terbuka Hijau )
-         Kurangnya RTH pada daerah pemukiman padat penduduk.
8.     Sarana dan prasarana Kota.
Banjir dan Genangan :
Banjir dan genangan terjadi akibat pendangkalan, penyempitan sungai dan permukaan tanah yang berada  di bawah permukaan air laut pasang.
          Pemanfaatan pantai :
Belum optimalnya fungsi pantai dan laut sebagai sumber daya alam yang dapat mendukung pengembangan pariwisata pantai.
Pemukiman :
-         Banyaknya kantong-kantong pemukiman kumuh, baik pada lokasi legal maupun ilegal
-         Pemukiman/kampung nelayan yang fasilitasnya masih kurang layak.
Transportasi :
-         Kemacetan lalu lintas yang diakibatkan antara lain belum terpisahnya sirkulasi angkutan barang dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok dengan angkutan lainnya serta belum optimalnya tingkat pelayanan simpang.
Air bersih :
-         Kondisi air tanah yang tidak layak dikonsumsi, di samping belum memadai serta meratanya distribusi pelayanan PAM Jaya.
Dari permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka secara ringkas seluruh permasalahan tersebut dapat dinyatakan dalam suatu formulasi permasalahan sebagai berikut :
1.     Sejauh mana pemerintah Kotamadya Jakarta Utara mereformasi fungsi-fungsi pemerintahan (Fungsi pelayanan, pembangunan dan proteksi)
2.     Sejauh mana upaya pemerintah Kotamadia Jakarta Utara dalam memberdayakan masyarakat nelayan.
3.     Sejauh mana pemerintah Kotamadya Jakarta Utara telah melaksanakan nilai dan prinsip-prinsip good governance (GG)

C.. Maksud dan Tujuan

          Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji  berbagai hal yang terkait dengan reformasi fungsi pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan upaya mewujudkan good governance dengan lokus kotamadia Jakarta Utara melalui berbagai instrumen kajian yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan dan pelatihan pimpinan II di Surabaya.
          Secara khusus kajian ini bertujuan melengkapi beberapa hal, yaitu :
1.       Untuk mengetahui reformasi fungsi-fungsi pemerintahan di Pemerintah Kotamadia Jakarta Utara
2.       Untuk mengetahui upaya-upaya Pemerintah Kotamadia Jakarta Utara dalam memberdayakan masyarakat
3.       Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip-prinsip good governance di Pemerintahan Kotamadya Jakarta Utara.

D.    Ruang Lingkup

Kegiatan Observasi Lapangan (OL) mempunyai ruang lingkup sesuai dengan tema yang dikaji meliputi beberapa isu yaitu :
1.       Isu refungsionalisasi sistem dan mekanisme kerja
2.       Isu perwujudan good governance
3.       Pemberdayaan masyarakat.
Dalam pengkajian isu tersebut menggunakan analisis :
1.       Kajian Paradigma.
2.       Kajian Good Governance
3.       Kajian Manajemen Stratejik
4.       Kajian Kebijakan Publik
5.       Paradigma Pemberdayaan Masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar